Pengertian Memelihara Seorang Anak

Pengertian Memelihara Seorang Anak dunia ilmu
Pengertian Memelihara Seorang Anak dunia ilmu

A.    PENDAHULUAN

Tujuan pernikahan salah satunya adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Namun pernikahan tidak selalu berjalan mulus. Terkadang justru berakhir dengan perceraian. Perceraian ini dipilih karena dianggap sebagai solusi adanya percekcokan dalam bahtera rumah tangga, yang tidak mampu lagi untuk mempertahankannya.
Sayangnya, perceraian yang dianggap sebagai solusi tersebut tidak selalu dapat membawa kelegaan antar keduanya. Justru sebaliknya, kerap kali perceraian malah menambah luasnya perseteruan.
Salah satunya adalah perseteruan mengenai problem hak asuh terhadap anak. Ketika terjadi perceraian, siapa yang memiliki hak asuh terhadap anak tersebut? Apakah ayahnya atau ibunya?
Si ayah mengeluarkan dalihnya bahwa ia adalah kepala rumah tangga dan merasa lebih berhak atas anak. Begitu pula dengan si ibu, dia yang mengandung, melahirkan, menyusui, merawatnya, dll. Lalu bagaimana solusi dalam mengatasi problematika dalam pemeliharaan anak ini?
Untuk mendapatkan solusi dari problem tersebut, penulis akan mencoba memaparkan sedikit dari hasil studi pustaka mengenai pengertian pemeliharaan anak, teks-teks hadits pemeliharaan anak, makna dan kandungan hukum hadits pemeliharaan anak serta mengontekstualisasikan hadits pemeliharaan anak dengan realitas yang kini sering terjadi di lingkungan sekitar penulis.

B.    PENGERTIAN PEMELIHARAAN ANAK (HADHANAH)

Pemeliharaan anak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah hadhanah. Menurut bahasa, hadhanah berarti meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan (Ghazali, 2010: 175), hal ini karena ibu waktu menyusukan anaknya meletakkan anak di pangkuan, seakan-akan ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya. Sehingga hadhanah dijadikan istilah mendidik dan memelihara anak sejak lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.
Para ulama fiqih mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab (Sabiq, 1990: 160).
Sedangkan dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun menunjukkan untuk maksud yang sama, yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan kafalah atau hadhanah dalam arti sederhana adalah pemeliharaan dan pengasuhan. Dalam arti yang lebih lengkap adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putusnya hubungan perkawinan (Syarifuddin, 2009: 327).

C.    TEKS-TEKS HADITS PEMELIHARAAN ANAK

عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عَمْرٍ وأَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ ابْنِي كَانَ بَطْنِي لَهُ وِعَاءً. وَثَدْيِي لَهُ سِقَاءً. وَحِجْرِيْ لَهُ حِوَاءً. وَإِنَّ أَبَاهُ طَلَّقَنِي وَأَرَادَ أَنْ يَنْزَعَهُ مِنِّي قَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهُ : أَنْتِ أَحَقُّ بِه, مَالَمْ تَنْكِحِي. رواه أحمد وأبو داود صححه الحاكيم
Dari Abdillah bin Amr bahwasannya ada seorang serempuan pernah berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya perutku yang mengandung anakku, susuku sebagai minumnya, pangkuanku sebagai tempat perlindungannya. Ayahnya betul-betul telah menceraikan aku. Dia ingin mengambilnya dari sisiku. Lalu Rasulullah bersabda kepadanya: engkau lebih berhak terhadap anak tersebut sebelum engkau kawin. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shohih menurut Hakim (Al-Asqolani, 2012: 530).

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ زَوْجِيْ يُرِيْدُ أَنْ يَذْهَبَ بِابْنِي وَقَدْ نَفَعَنِي وَسَقَنِي مِنْ بِئْرِ اَبِي عِنَبَةَ, فَجَاءَ زَوْجُهَا فَقَالَ النَّبِيُّ : يَا غُلاَمُ هذَ أَبُوْكَ وَهذِهِ أُمُّكَ فَخُذْ بِيَدِ أَيِّهِمَا شِئْتَ. فَأَخَذَ بِيِدِ أُمِّه, فَانْطَلَقَتْ بِه. رواه أحمد والأربعة وصححه الترمذي
Dari Abu Hurairah bahwasannya ada seorang perempuan pernah berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya suamiku ingin pergi bersama anakku padahal anak itu betul-betul bermanfaat padaku, mengambilkan air minum dari sumur Abu Irtabah. Setelah itu suaminya datang, lalu Nabi bersabda: wahai anak muda, ini ayahmu dan ini ibumu. Peganglah tangan salah satu mereka yang engkau kehendaki. Lalu ia memegang tangan ibunya dan langsung dibawa pergi. Riwayat Ahmad dan Imam empat. Hadits shohih menurut Tirmidzi (Mardani, 2012: 283).

وَعَنْ رَافِعِ بْنِ سِنَانٍ أَنَّهُ أَسْلَمَ , وَأَبَتِ امْرَأَتُهُ أَنْ تُسْلِمَ, فَأَقْعَدً النَّبِيُّ اْلُأُمَّ نَاحِيَةً, وَاْلأَبَ نَاحِيَةً, وَأَقْعَدَ الصَّبِيَّ بَيْنَهُمَا فَمَالَ إِلى أُمِّه, فَقَالَ اَللّهُمَّ اهْدِه, فَمَالَ إلى أَبِيْهِ فَأَخَذَهُ. أَخْرَجَهُ أبو داود والنسائي وصححه الحاكم
Dari Rafiah bin Sinan bahwasannya dia telah masuk Islam, tetapi isterinya enggan masuk Islam, lalu Nabi memerintah si ibu agar duduk di satu sudut dan ayah di sudut yang lain. Lalu ia mendudukkan anaknya di tengah-tengah, lalu ia cenderung mengikuti ibunya lalu beliau berdoa: Ya Allah, berilah dia petunjuk. Lalu dia cenderung mengikuti ayahnya dan langsung dibawa olehnya. Riwayat abu Dawud dan Nasai. Hadist shohih menurut Hakim (Al-Asqolani, 2012: 530).
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِيْ هِرَّةٍ, سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ, فَدَخَلَتِ النَّارَ فِيْهَا, لَاهِيَ اَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا اِذْ هِىَ تَرَكَتْهَا تَأْ كُلُ مِنْ خَشَاشِ الْاَرْضِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Ibnu Umar dari Nabi, beliau bersabda: seorang perempuan disiksa karena seekor kucing yang ia kurung sampai mati. Akhirnya perempuan tersebut masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum waktu menahan kucing, dan dia tidak melepaskannya untuk makan binatang serangga di tanah. Mutafaq alaih.

D.    MAKNA DAN KANDUNGAN HUKUM DALAM TEKS HADITS PEMELIHARAAN ANAK

Bila terjadi pemutusan perkawinan karena perceraian, baik ibu maupun ayahnya tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata demi kepentingan si anak (Shihab, 2002: 176-177). Ia tetap memiliki hak yang sama, seperti halnya yang dimiliki oleh anak-anak yang keluarganya utuh. Yakni membutuhkan pengawasan, pengajaran, pelaksanaan urusannya dan orang yang mendidiknya (Tihami dan Sahrani, 2014: 217).
Pendidikan yang paling penting adalah pendidikan anak dalam pangkuan orang tuanya, walaupun ayah ibunya telah bercerai, anak tetap memiliki hak untuk mendapatkan kasih sayang dari keduanya. Ayah tetap memberikan kewajibannya untuk memberikan nafkah anaknya, jika memiliki anak gadis maka ayah harus menikahkannya, serta anak berhak mendapatkan warisan karena merupakan bagian nasab dari ayah ibunya.
Lalu, siapa yang lebih berhak atas anak setelah terjadinya perceraian? Dalam buku karya Amir Syarifuddin (2009: 332) bila bertemu kerabat dari pihak ibu dan dari pihak ayah serta mereka semuanya memenuhi syarat yang ditentukan untuk melaksanakan hadhanah, maka urutan yang berhak menurut yang dianut oleh kebanyakan ulama adalah:
1.    Ibu, ibunya dan seterusnya ke atas, karena mereka menduduki kedudukan ibu, kemudian.
2.    Ayah, ibunya ayah dan seterusnya ke atas, karena mereka menduduki tempat ayah.
3.    Ibunya kakek melalui ibu, kemudian ibunya dan seterusnya ke atas.
4.    Ibunya kakek melalui ayah, dan seterusnya ke atas.
5.    Saudara-saudara perempuan ibu.
6.    Saudara-saudara perempuan dari ayah.
Dijelaskan dalam karya Ahmad Azhar Basyir ( 2010: 102) yang berjudul hukum perkawinan Islam, mengenai syarat pengasuhan anak (hadhanah). Baik ibu maupun penggantinya yang dinyatakan lebih berhak mengasuh anak itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.    Berakal sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot tidak mampu berbuat untuk dirinya sendiri dan dengan keadaannya itu, tentu tidak akan mampu berbuat untuk orang lain.
2.    Telah baligh. Orang yang belum baligh tidak mampu melaksanakan tugas yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi persyaratan.
3.    Mampu mendidik.
4.    Dapat dipercaya dan berakhlak mulia
5.    Beragama Islam. Ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama, karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan mengarahkan agama anak yang diasuh. Kalau diasuh oleh orang yang bukan Islam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya.
6.    Belum kawin dengan laki-laki lain
Berarti mengenai siapa yang lebih berhak akan pengasuhan anak tersebut, dengan pertimbangan bahwa pendidikan anak adalah amanat penting guna mempersiapkan masa depannya yang baik. Sehingga diutamakan mana kerabat yang lebih mempunyai perhatian terhadap masa depan anak tersebut.

E.    KONTEKSTUALISASI HADIST PEMELIHARAAN ANAK

Anak adalah bagian tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia juga keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan perlindungan dalam mewujudkan kesejahteraan anak, dengan memberikan jaminan terhadap pertumbuhan hak-hak tanpa perlakuan diskriminatif.
Fenomena yang kerap terjadi di lingkungan masyarakat yaitu anak menjadi korban, baik spikis maupun fisik. Korban secara spikis, yang mana anak harus menghadapi kenyataan bahwa keluarganya tidak lagi utuh karena orang tuanya bercerai.
Ketika dilihat secara fisik, perkembangan anak terlambat, seharusnya anak tumbuh dengan limpahan kasih sayang dan pengawasan kedua orang tuanya. Namun akibat perceraian anak terabaikan.
Pendidikan terbaik bagi seorang anak adalah apabila ia berada di bawah asuhan kedua orang tuanya; ayah dan ibunya, yang membesarkannya dengan penuh cinta, kasih sayang dan memberikan pendidikan yang baik, sehingga ia dapat tumbuh subur dan sehat jasmaninya, demikian pula kecerdasan akalnya, keluhuran akhlaknya dan kehalusan perasaannya (Bagir, 2008: 237).
Ketika kasus perceraian terjadi, anak selalu menjadi korban bahkan dijadikan korban oleh kedua orang tuanya. Anak sering kali dilibatkan dalam perselisihan tersebut. Kerap kali anak menjadi bahan tarik-menarik antara orang tuanya, dengan alasan cinta yang menyebabkan anak menjadi bingung karena terombang-ambing oleh keinginan orang tuanya yang mengaku menyayanginya, sehingga anak mengalami tekanan mental yang berat.
Hal ini akan berdampak pada proses belajar anak karena pikirannya terganggu yang akan mempengaruhi kejiwaannya, bahkan terkadang dapat mengakibatkan anak stress dan frustasi. Banyak fakta menunjukkan bahwa anak akibat perceraian ingin membebaskan diri dari masalah yang dihadapinya. Namun terkadang mereka malah memilih jalan yang tidak baik. Sehingga untuk memperkecil dampak negatif dari perceraian orang tua, anak memerlukan cinta, nasehat dan bantuan dari praktisi lainnya.
Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang hak-hak anak, yaitu anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam BAB X Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 juga menyebutkan hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka.
Berdasarkan ketentuan pasal 41 Undang–Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa akibat dari putusnya perkawinan karena perceraian adalah (Syarifuddin, 2009: 327):
1.    Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan demi kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
2.    Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3.    Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, meski perkawinan telah putus karena perceraian tidaklah mengakibatkan hubungan suami isteri dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut menjadi putus.
Suami Istrei yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban sebagai orang tua untuk mendidik dan memelihara anaknya. Termasuk dalam hal ini pembiayaan yang timbul dari pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut. Isi Undang-Undang Perkawinan tersebut mencerminkan bahwa negara telah memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian.
Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 dalam hal terjadinya perceraian menyatakan bahwa:
1.    Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
2.    Pemeliharaan terhadap anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.
3.    Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.


F.    PENUTUP

1.    Kesimpulan

Pemeliharaan anak atau yang disebut dengan istilah hadhanah adalah hak asuh anak yang masih kecil setelah terjadinya perceraian kedua orang tuanya.
Dasar hukum pemeliharaan anak dijelaskan dalam hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud yang dianggap shohih menurut Hakim, bahwa ketika anak tersebut masih kecil, hak asuh pada ibunya. Setelah anak tersebut dewasa, maka ia berhak memilih apakah ikut ayah atau ibunya, yang dijelaskan dalam hadits riwayat Ahmad dan Imam empat dan shohih menurut Tirmidzi.
Urutan yang berhak melaksanakan hadhanah adalah Ibu, ibunya dan seterusnya ke atas, ayah, ibunya ayah dan seterusnya ke atas, ibunya kakek melalui ibu, ibunya kakek melalui ayah, saudara-saudara perempuan ibu, serta saudara-saudara perempuan dari ayah.
Adapun syarat sebagai pengasuh antara lain berakal sehat, telah baligh, mampu mendidik,dapat dipercaya dan berakhlak mulia, beragama Islam, serta belum kawin dengan laki-laki lain.
Banyak sekali anak yang setelah perceraian kedua orang tuanya mengalami tekanan baik spikis maupun fisiknya, sehingga hal tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan yang terdapat Pasal 41 Undang–Undang No 1 Tahun 1974. Yang mana anak seharusnya merawat dan mendidik anaknya namun karena benturan dengan problem keluarga anak dijadikan korban.

2.    Kritik dan Saran
Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih ada banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaan bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya, yaitu berupa pemahaman wawasan mengenai  Hadits Hukum Pemeliharaan Anak.
Kami hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan, maka dari itu mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun yang lainnya. 


























DAFTAR PUSTAKA

Al-asqolani, al Hafidz Ibnu Hajar. 2012. Terjemah Bulughul Maram. Terj. Ali. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Bagir, Muhammad. 2008. Fiqih Praktis. Bandung: Penerbit Karisma.
Basyir, Ahmad Azhar. 2010. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Ghozali, Abdur Rahman. 2010. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mardani. 2012. Hadits Ahkam. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir al-Misbah; Pesan dan Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Sabiq, Sayyid. 1990. Fiqih Sunnah. Terj. Moh. Thalib. Bandung: Al-Ma’arif.
Syarifuddin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tihami dan Sohari Sahrani. 2014. Fikih Munakahat. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2012. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Nuansa Aulia.

Tag : Khadis Ahkam
0 Komentar untuk "Pengertian Memelihara Seorang Anak"

Back To Top