Makalah Hukum Adat



Makalah Hukum Adat dunia ilmu
Makalah Hukum Adat dunia ilmu

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat  Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan yang tiada terhingga kepada kita semua terutama nikmat Iman dan Islam.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Sistem dan Dasar Berlakunya Hukum Adat”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat besar bagi kita untuk dipelajari.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon maklum bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga ALLAH SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat. Amin.




Jepara,  19 Oktober 2016


Penulis



DAFTAR ISI


Halaman Judul...................................................................................................... i
Kata Pengantar..................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
        i.            Latar Belakang......................................................................................... 1
      ii.            Rumusan Masalah.................................................................................... 2
    iii.            Tujuan Makalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.    Sistem Hukum Adat................................................................................. 3
B.     Sumber Hukum Adat............................................................................... 5
C.     Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Filosofis..................................... 6
D.    Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Sosiologis.................................. 7
E.     Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Yuridis...................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................... 12
    iv.            Kesimpulan.............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13





BAB I

PENDAHULUAN


       I.            Latar Belakang

Istilah kebiasaan merupakan istilah yang umum dipakai dalam kehidupan masyarakat. Selain itu juga ada istilah adat yang juga mempunyai persamaan dan  perbedaan dengan kebiasaan. Di dalam makalah ini akan membahas mengenai system hukum adat, sumber hukum adat dan landasan-landasan hukum adat. Tetapi sebelum terjun pada pokok pembahasan, haruslah sedikit membahas apa yang dimaksud dengan hukum adat itu sendiri.
 Hukum Adat adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh rakyat dan diberlakukan untuk rakyat itu sendiri dengan adanya suatu sanksi oleh ketua adat apabila aturan tersebut dilanggar. Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup  pada suatu daerah tertentu. Landasan yang biasanya disebut dengan dasar, di dalam hukum adat terdapat  berbagai macam landasan, di mana landasan tersebut membahas bagaimana hukum adat bisa berlaku di tengah-tengah masyarakat. Landasan yang akan kami bahas lebih lanjut dalam makalah ini yaitu, Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis.
Semoga pemaparan ini bermanfaat untuk teman-teman semua, khususnya bagi  pembaca dan tentunya bagi kami sebagai penulis.




    II.            Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud system hukum adat?
2.      Apa saja sumber hukum adat?
3.      Bagaimana dasar berlakunya hukum adat secara filosofis, sosiologis, dan yuridis?

 III.            Tujuan Makalah
Untuk mengetahui dan Memahami isi dari rumusan masalah di atas.















BAB II

PEMBAHASAN

Suatu system adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur, di mana unsur yang satu dan yang lain secara fungsional saling bertautan, sehingga memberikan suatu kesatuan pengertian. Fuad Hasan menyatakan bahwa suatu system adalah susunan yang berfungsi dan bergerak (Koentjaraningrat), 1977: 14).
Apabila dibandingkan dengan hukum barat (hukum Eropa) maka sistematik hukum adat sangat sederhana, bahkan kebanyakan tidak sistematis. Misalnya saja uraian tentang hukum di dalam kitab hukum adat orang lampung yang disebut Kuntra Raja Niti, tidak sistematik, oleh karena tidak dikelompokkannya kaidah-kaidah hukum yang sama, uraian pasal-pasalnya melompat-lopat.
Sistematika hukum adat mendekati system hukum inggris yang disebut Common Law, sitematikannya berbeda dari Civil Law dari Eropa Kontinental. Misalnya hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan dan tidak membedakan antara perkara perdata dan perkara pidana.
1.      Mendekati system hukum Inggris
Menurut Djojodigoeno dikatan bahwa “dalam Negara Anglo Saxon: di sana system Common Law tak lain dari system hukum adat, hanya bahannya berlainan. Dalam system hukum adat bahannya ialah hukum Indonesia asli sedang dalam system Common Law bahannya  memuat banyak unsur-unsur hukum romawi kuno yang konon katanya telah mengalami reception in complex” (Djojodigoeno, 1976: 30).
Common Law di Inggris berkembang sejak permulaan abad XI di bawah kekuasaan Raja William the Conqueror, yang meletakkan dasar-dasar pemerintahan pusat dan peradilan raja yang disebut “Curia Regis”, yaitu peradilan yang menyelesaikan perkara perselisihan secara damai. Jadi di inggris dikenal adanya “Juru Damai” yang disebut ‘Justice os th peace”. Hal ini mirip dengan system peradilan adat (peradilan desa) di Indonesia yang menyelesaiakn perkara perselisihan secara damai. Walalupun di masa sekarang sudah jarang berlaku, namun di inggris boleh saja seseorang menuntut seseorang lain di muka hakim pidana tanpa melalui badan penuntut (Subarjati Hartono, 1971: 31).
2.      Hukum publik dan hukum privat
Hukum adat tidak seperti hukum Eropa yang membedakan antara hukum yang bersifat public dan yang berrsifat perdata. Hukum public yang menyangkut kepentingan umum sedangkan hukum perdata yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain dan anggota masyarakat terhadap badan Negara sebagai badan hukum.
Hukum adat tidak membedakan berdasarkan kepentingan dan siapa yang mempertahankan kepentingan itu. Jadi tidak ada perbedaan antara kepentingan umum dan kepentingan khusus.
3.      Hak kebendaan dan hak perorangan
Hukum adat tidak membedakan antara hak kebendaan yaitu hak-hak atas benda yang berlaku bagi setiap orang, dan hak perseorangan yaitu hak seseorang untuk menuntut orang lain agar berbuat atau tidak berbuat terhadap hak-haknya.
Menurut hukum barat setiap orang yang mempunyai hak atas sesuatu benda, beerarti ia berkuasa untuk berbuat (menikmati, memakai, mentransaksikan) benda miliknya itu dan seklaligus karenanya mempunyai hak perorangan atas hak miliknya itu. Antara kedua hak itu tidak terpisah. Namun menurut hukum adat hak-hak dan kebendaan dan hak-hak perseorangan itu, baik berwujud benda ataupun tidak berwujud benda, seperti hak atas nyawa, kehormatan, hak cipta dan lain-lainnya, tidak bersifat mutlak sebagai hak pribadinya sendiri.
4.      Pelanggaran perdata dan pidana
Hukum adat juga tidak membedakan antara perbuatan yang sifatnya pelanggaran hukum perdata dan pelanggran hukum pidana, ssehingga perkara perdata diperiksa hakim perdata dan perkara pidana diperiksa hakim pidana. Menurut peradilan adat kedua pelanggaran yang dilakukan seseorang, diperiksa, dipertimbangkan dan diputuskan sekalihgus dalam suatu persidangan yang tidak terpisah.
1.      Adat atau kebiasaan masyarakat sekitar
Tak bisa dipungkiri bahwa sebuah hukum adat bersumber dari kebiasaan rakyat atau masyarakat dalam sebuah wilayah tertentu. Hal ini karena sebuah masyarakat tak akan pernah terlepas dari berbagai kebiasaan, baik kebiasaan yang bersifat kultus atau tidak.
2.      Kebudayaan tradisional rakyat
Selain tak bisa lepas dari kebiasaan, hukum adat juga selalu diidentikkan dengan hukum yang bersifat tradisional. Hal ini karena hukum adat telah dianut oleh masyarakat bahkan jauh sebelum kemerdekaan dan dibentukan peraturan perundang-undangan yang pada akhirnya menggeser peran hukum adat itu sendiri. Meskipun demikian, masih ada beberapa wilayah yang mempertahankan warisan leluhur berupa hukum adat.
3.      Kaidah dari kebudayaan asli Indonesia
Banyak masyarakat yang menganggap bahwa apa yang telah diberikan oleh leluhur adalah warisan budaya yang harus senantiasa dipelihara. Ini adalah sumber kuat dari hukum adat yakni bahwa sebuah hukum merupakan warisan leluhur yang harus tetap dipelihara dan disesuaikan dengan perubahan zaman tanpa merubah unsur dari hukum asli itu sendiri.
4.      Pepatah adat
Pepatah adat adalah salah satu contoh warisan yang benar-benar dianut oleh masyarakat adat. Hal ini karena pepatah adat biasanya syarat akan makna filosofis. Inilah yang menjadikan pepatah adat menjadi sumber dari hukum adat untuk masyarakat tertentu.
5.      Dokumen atau naskah-naskah yang ada pada masa itu
Biasanya naskah memuat tentang bagaimana cara hidup yang baik dan bermakna serta menjadi manusia yang sempurna. Dari sinilah hukum adat bisa terlahir. Manusia yang percaya dan menganut pada sebuah naskah-naskah kuno berisi tentang ajaran hidup menjadikan hal tersebut sebagai hukum adat yang harus mereka taati dan patuhi. Naskah yang dimaksud di sini bisa berupa naskah kuno yang berasal dari para leluhur yang hidup di zaman sebelum masyarakat adat tersebut hidup. Selain itu, ada juga naskah-naskah yang diterbitkan oleh raja demi mengatur masyarakat. Kebiasaan tersebut memunculkan sebuah hukum yang dipatuhi oleh masyarakat pada masa itu (http://www.ilmuhukum.net/2014/01/sumber-hukum-adat-yang-terdapat-di.html).
Hukum adat  secara  filosofis merupakan  hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai  pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam hukum adat yang sebenarnya sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. seperti religio magis, gotong royong, musyawarah mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat. Dan inilah yang merupakan filosofi berlakunya hukum adat. Masyarakat hukum adat dibentuk oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong-royong, dimana kepentingan  bersama lebih diutamakan, sedangkan kepentingan individu diliputi oleh kepentingan bersama (bermuatan publik). Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang persatuan atau kerukunan yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan atau dapat pula disebut pandangan komunalistik.
Hukum Adat yang hidup, tumbuh dan berkembang  di  Indonesia sesuai  dengan perkembangan zaman yang bersifat  luwes, fleksibel   sesuai  dengan nilai-nilai Pancasila seperti yang tertuang  dalam pembukaan UUD 1945 yang meliputi pokok pokok pikiran  yang  menjiwai cita-cita hukum negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Penegasan   Pancasila  sebagai  sumber tertib  hukum  sangat berarti bagi  hukum adat karena Hukum  Adat berakar  pada  kebudayaan  rakyat  sehingga  dapat   menjelmakan  perasaan  hukum   yang  nyata  dan hidup  di kalangan  rakyat  dan mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia (Muhammad, 1977: 33).
Telah diketahui bahwa masyarakat Indonesia pada sekarang ini berada pada masa transisi. Artinya, suatu masa atau periode dimana terjadi pergantian nilai- nilai atau kaidah- kaidah di dalam masyarakat yang kehidupannya lebih baik. Dari sudut kebudayaan dan struktur sosialnya, maka masyarakatnya bersifat pluralistik atau majemuk. Sedangkan dari tatanan hukumnya sedang terjadi perubahan dari tatanan hukum tidak tertulis ke dalam hukum tertulis. Meskipun eksistensi hukum tidak tertulis tetap hidup dan berkembang di sebagian besar masyarakat hukum adat. Aspek  pokok yang menyebabkan hukum adat tetap berlaku, diantaranya yaitu (Wiratama, 2005: 201).
1.      Hukum adat menjadi Pembina dalam hukum nasional.
2.      Hukum adat sebagai sebagai sarana sosial kontrol.
3.      Hukum adat sesuai dengan fungsi hukum, yaitu sebagai alat untuk mengubah masyarakat.
Pada masyarakat dengan kebudayaan dan struktur sosial yang sederhana, maka hukum timbul dan tumbuh sejalan dengan pengalaman warga masyarakat didalam proses interaksi sosial. Di dalam sosiologis, masalah kepatuhan terhadap kaidah- kaidah telah menjadi pokok permasalahan, yang pada umumnya menjadi pusat perhatian adalah dasar- dasar dari kepatuhan tersebut. Dengan adanya masalah kesadaran hukum sebenarnya merupakan masalah nilai- nilai, maka kesadaran hukum adalah konsepsi- konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya.
            Hukum adat mempunyai ikatan dan pengaruh yang sangat kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya pada masyarakat yang mendukung hukum adat tersebut yang terutama berpangkal pada perasaan keadilannya. Menurut ter Haar bahwa di dalam mengambil keputusan di dalam hukum adat, harus dilakukan dengan memperhatikan sistem hukum, kenyataan sosial dan prikemanusiaan (Soekanto, 1983: 321).

Masyarakat hukum adat mempunyai struktur yang sifatnya territorial genealogis ( dalam hal unsur- unsur territorial/geografis adalah lebih kuat daripada genealogis/ keturunan). Masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat genealogis (menurut azas kedarahan (keturunan) ialah masyarakat hukum adat yang anggota- anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari keturunan yang sama.
Hukum adat hanya berlaku secara sosial geografis, dalam artian bahwa hukum yang berlaku hanya melingkupi daerah sosial masyarakat tertentu, seperti suku Toraja yang meliputi daerah Ampana, Bada, Baku, Banasu, Banceya, dll, Suku Bugis yang meliputi daerah Sulawesi, Suku Jawa meliputi daerah Jawa, Sunda, Madura. Dengan adanya hal itu memungkinkan timbulnya berbagai corak hukum adat yang mencakup masing-masing suku dan tidak berlaku antara suku satu dengan yang lain.
Hukum adat merupakan hukum yang hidup dan senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang seluruhnya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Hukum adat timbul dari masyarakat dan kebanyakan warga masyarakat hidup dalam system tersebut. Mereka mengetahui, mamahami, menaati dan menghargai hukum tersebut. Hukum adat berbeda dengan hukum positif tertulis yang kebanyakan berasal dari Belanda (atas dasar konkordasi), yang merupakan hukum asing bagi masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana tersebut.
            Berbeda dengan hukum adat yang berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, hukum positif  memiliki sifat elastisitas hukum tak secara periodikal berubah,  sehingga  masih diragukan hukum baik yang berbentuk tidak tertulis “Jus non Scriptum”maupun tertulis “Jus Scriptum” untuk dijadikan salah satu sandaran hukum materiil di Indonesia.
Hukum adat memiliki titik persamaan dengan  hukum materiil yang formal negara, Kajian-kajian bahasan peraturan yang mengatur delik adalah sama, meskipun dalam pemberian sanksi berbeda sesuai dengan kehidupan sosial masyarakat. Hukum adat dan hukum positif menjadi unsur- unsur yang menyusun tata hukum di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Indonesia memiliki warisan berupa tata hukum yang bersifat pluralistik, dimana sistem hukum tradisional berlaku secara berdampingan dengan hukum positif/ hukum Negara (Wiratama, 2005: 85).
Beberapa dasar Yuridis mengenai hukum adat, dimana Hukum adat dikaji dari segi Pasal Undang-undang dari Pasal II aturan peralihan UUD 1945 dan UU No. 19 tahun 1964 L.N No. 107 tahun 1964 tentang pokok kekuasaan kehakiman, dimana disebutkan “ Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”. Pada tanggal 10 Oktober 1945 dirumuskannya Peraturan No. 2 yang hukum perdata materiil berlaku secara konkordansi bagi hukum eropa, yakni dimana secara jelas akan berlaku hukum-hukum itu bagi orang eropa melainkan ketika berada pada posisi pensejajaran dengan kondisi di Indonesia yang mungkin tak dapat diselesaikan oleh hukum materiil.
Ketika belum adanya hukum secara tertulis (yang dalam masalah ini hukum materiil formal yaitu Undang-undang) maka secara otomatis hukum-hukum yang tak baku (yang tak berlaku melingkupi Nasional) dapat mengisi kekosongan hukum dalam masalah itu. Menurut UUD maupun Undang-undang Dasar Sementara tahun 1950 karena belum dirumuskan perundang-undangan yang baru memuat dasar hukum, berlakunya hukum adat masih memiliki ruang yang disesuaikan dengan permasalahan yang termuat didalam kajian kasus dan fenomena dalam masyarakat. Hukum adat yang dikondisikan sebagai solusi kekosongan hukum disyaratkan sebagai hukum yang tak bertentangan dengan perundang-undangan.
Hukum yang timbul dalam Hukum adat merupakan bentuk-bentuk plural dari jati diri bangsa. Hukum adat adalah tanggapan masing-masing adat istiadat dan kebudayaan yang menanggapi kasus-kasus kemasyarakatan, walaupun memang secara umum kebanyakan sanksi atas dosa sosial tersebut masih berupa hukuman-hukuman moral maupun tanggapan sopan-santun.
Pemetaan hukum adat di Indonesia disesuaikan dengan jumlah dari suku maupun komunitas kemasyarakatan yang tak hanya terbatas pada letak geografis, hukum adat disejajarkan dengan hukum positif  lainnya dan lebih dekat dengan kondisional masyarakat yang menjalankannya.
Dasar Yuridis yang digunakan sebagai pendasaran dan pengakuan keabsahan hukum adat untuk berlaku ditengah-tengah masyarakat adalah sebagai berikut (Wignjodipoero, 1995: 53).
·         Pada Masa Kedudukan Belanda yang menjadi sandaran sebagai : Indische Staatsregeling (IS), sistem hkm pluralism, Pasal 131 ayat (2) point a dan point b.
·          Pada Masa Pendudukan Jepang yang menjadi Poin penting Pasal 3 UU No.1 Tahun 1942 (7 Maret 1942) isi: “Semua badan-badan pemerintah & kekuasaannya, hukum & UU dari       pemerintah yg dahulu, tetap diakui sah buat sementara waktu   saja, asal tidak bertentangan dengan peraturan militer”.
·         Pada Masa setelah Kemerdekaan yang menjadi penguat posisi hukum adat adalah pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi “Segala badan negara & peraturan yg ada masih berlaku selama belum diadakan yg baru menurut UUD ini” dan Pasal 104 ayat (1) UUDS 1950 yaitu “Segala kputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya & dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan UU & aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu”.
·         Pada Masa sekarang yang menjadi dasar hukum adalah Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 25 ayat (1) “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. (Penjelasan cukup jelas) dan Pasal 28 ayat (1) “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.











BAB III

PENUTUP

 IV.            Kesimpulan

1.      Sistematika hukum adat mendekati system hukum inggris yang disebut Common Law, sitematikannya berbeda dari Civil Law dari Eropa Kontinental.
2.      Sumber hukum adat
a.       Adat masyarakat sekitar
b.      Kebudayaan tradisional rakyat
c.       Kaidah dari kebudayaan asli Indonesia
d.      Pepatah adat
e.       Dokumen atau naskah-naskah yang ada pada masa itu
3.      berlakunya hukum adat di Indonesia itu memiliki dasar- dasar atau landasan yang dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya yaitu dilihat dari sudut pandang filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dasar – dasar berlakunya hukum adat itu diantaranya yaitu:
a.       Pancasila merupakan kristalisasi dari hukum adat sehingga, nilai-nilai luhur yang terkandung didalam hukum adat sama dengan yang terkandung didalam butir-butir Pancasila.
b.      Hukum Adat yang dikondisikan sebagai solusi kekosongan hukum disyaratkan sebagai hukum yang tak bertentangan dengan perundang-undangan.
c.       Hukum adat memiliki fungsi dan tujuan yang sama dengan hukum posisif  Indosesia, yaitu untuk keadilan, pengendalian sosial, dan mengusahakan kemaslahatan sebagai tujuan bersama.




DAFTAR PUSTAKA


Hadikusuma. Hilman. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Wignjodipoero. Soerojo. 1995. Pengantar  dan asas- asas Hukum Adat. Jakarta : PT.Gunung Agung.
Soekanto. Soerjono. 1983. Hukum Adat Indonesi. Jakarta:  Raja Wali Press..
Muhammad. Bushar. 1977. Asas- asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Wiratama. I Gede. 2005. Hukum Adat Indonesia: Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Tag : Ilmu Hukum
0 Komentar untuk "Makalah Hukum Adat"

Back To Top