Asbabul Wurud Al Hadis dan Ruang Lingkupnya dunia ilmu |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab-kitab hadits yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Tidak hanya dalam al-Qur’an saja yang terdapat Asbab an-Nuzul, akan tetapi juga dalam Hadits Nabi SAW, bukan asbab an-nuzul melainkan asbab al-wurud, yang sepintas memiliki ciri yang sama akan tetapi asal dan sasarannya berbeda.
Keberadaan asbab al-wurud ini erat kaitannya dengan kejadian masa lalu yang mana Nabi harus mengemukakan suatu sabda ataupun fatwa. Keadaannya hampir sama dengan al-Qur’an, namun subyek dan obyeknya saja yang berbeda, yakni asbab al-wurud itu khusus pada hadits, sedangkan asbab an-nuzul itu hanya pada al-Qur’an.
Keberadaan asbab wurud al-hadits sangat menentukan asal-usul dari hadits. Dari situ kita bisa mengetahui apa atau siapa yang dimaksud dalam hadits tersebut, atau bagaimana proses terjadinya atau tersampaikannya hadits tersebut dari Nabi SAW.
B. Pokok Bahasan
1. Pengertian Asbab Wurud al-Hadits
2. Ruang lingkup Asbab Wurud al-Hadits
3. Perkembangan Asbab Wurud al-Hadits
4. Implikasi Asbab Wurud al-Hadits dalam memahami Hadits
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan dan memahami apa saja yang terkandung dalam pokok bahasan dari makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Asbab Wurud al-Hadits
Secara bahasa Asbab Al-Wurud berasal dari bahasa Arab Asbab dan Wurud. Asbab merupakan bentuk jama’ dari lafadh sabab yang berarti al-habl atau tali, saluran, faktor. yang artinya dijelaskan sebagai: ”segala yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya”. Secara istilah Asbab atau sabab adalah “Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”, dan ada juga yang mendefinisikan “suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam hukum itu”.
Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir. Dengan demikian, daapat dikatakan secara sederhana asbab al-wurud haditst dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu.
Dalam pengertian yang lebih luas, Menurut Imam Al-Suyuthi sebagai mana dikutip oleh Said Agil Husin Munawwar merumuskan pengertian asbab wurud al-hadits dengan Sesuatu yang membatasi arti suatu hadits, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakhkan dan seterusnya atau, suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadits saat kemunculannya dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu Hadits. (Munawwar, Abdul Mustaqim, 2001:7)
Sementara itu, para ahli hukum Islam mendefinisikannya dengan: suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu.
Secara sederhana asbab wurud al-hadits dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadits, maka asbab al-wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab atau latar belakang (background) munculnya suatu hadits (Munawwar, Abdul Mustaqim, 2001:7). Dengan demikian dapat ditarik definisi bahwa Ilmu Asbab Wurud al-Hadits adalah Ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab atau latar belakang (background) munculnya suatu hadits.
B. Ruang Lingkup Asbab Wurud al-Hadits
Peristiwa yang melatarbelakangi munculnya hadits ada dua. Yaitu :
1. Asbab Wurud Al-khas, yaitu peristiwa yang terjadi menjelang turunnya suatu hadits;
2. Asbab Wurud Al’Am, yaitu semua peristiwa yang dapat dicakup hukum atau kandungannnya oleh hadits, baik peristiwa itu terjadi sebelum maupun sesudah turunnya ayat itu. Pengertian yang kedua ini dapat diperluas sehingga mencangkup kondisi sosial pada msa turunnya hadits.
Sedangkan menurut imam As-Suyuthi Asbab al-Wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an. Yaitu ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. Al-An’am: 82).
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian “jaur” yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah “asy-syirku” yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Luqman:
إن الشرك لظلم عظيم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)
2. Sebab yang berupa Hadits. Yakni pada waktu tertetnu terdapat suatu Hadits, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadits lain yang memberikan penjelasan terhadap Hadits tersebut. Contoh adalah Hadits yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: “Ya Rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi ?” Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: iya benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenazah itu jahat.
3. Sebab yang yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fathu makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW seraya berkata: “Saya bernadzar akan shalat di Baitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi bersabda: “Shalat Di Sini, yakni Masjid al-Haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Utama Dari Pada 100.000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya) (Munawwar, Abdul Mustaqim, 2001:9-12).
C. Perkembangan Asbab Wurud al-Hadits
Ilmu mengenai Asbab wurud al-hadits ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam Al-Luma’ fi Asbabi Wurud al-Hadits. Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang. Para ulama ahli hadits rupanya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbab al-wurud.
Perintis ilmu asbab al-wurud ialah Abu Hamid bin Kaznah Al-Jubary. Kemudian disusul oleh Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja’I Al-Ukhbary (380-458 H). Ia adalah salah seorang guru Abu yahya Muhammad bin Al-Husain Al-Farra’ Al-Hanbaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbab al-wurud antara lain adalah:
1. Asbab Wurud al-Hadits karya Abu Hafs al-Ukbari (wafat 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita;
2. Asbab Wurud al-Hadits karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak sempat sampai ketangan kita;
3. Asbab Wurud al-Hadits atau yang disebut juga Al-Luma’ fi Asbab Wurud al-Hadits, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad;
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (wafat 1110 H) (Rahman,1974:369).
D. Implikasi Asbab Wurud al-Hadits dalam memahami Hadits
Sebab munculnya hadits mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka memahami suatu hadits. Sebab biasanya hadits yang disampaikan oleh Nabi bersifat kasuistik, kultural, bahkan temporal. Oleh karenanya, memperhatikan konteks historisitas munculnya hadits sangat penting, karena paling tidak akan menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu hadits. Sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya saja, sementara konteksnya kita abaikan atau kita ketepikan sama sekali. Pemahaman hadits yang mengabaikan peranan asbab al-wurud akan cenderung bersfat kaku, literalis-skriptualis, bahkan kadang kurang akomodatif terhadap perkembangan zaman.
Adapun dampak asbab al-wurud terhadap hadits menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk:
1. Menentukan adanya takhsish hadits yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak.
3. Mentafshil (meperinci) hadits yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya naskh-mansukh dalam suatu hadits.
5. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab atau alasan) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dapahami)
Sebagai ilustrasi, akan diberikan beberapa contoh mengenai fungsi asbab wurud al-haditst , yaitu untuk menentukan adanya takhsish terhadap suatu hadits yang ‘am, misalnya hadits yang berbunyi:
صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
“shalat orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang sholat sambil berdiri.” (H.R. Ahmad)
Pengertian “shalat” dalam hadits tersebut masih bersifat umum.
Artinya dapat berarti shalat fardhu dan sunnah. Jika ditelusuri melalui asbab al-wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “shalat” dalam hadits itu adalah shalat sunnah, bukan shalat fardhu. Inilah yang dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadits yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbab al-wurud (Munawwar, Abdul Mustaqim, 2001:13-16).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. secara sederhana asbab wurud al-hadits dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadits, maka ilmu asbab al-wurud dapat diartikan sebagai ilmu yang mengetahui sebab-sebab atau latar belakang (background) munculnya suatu hadits;
2. Peristiwa yang melatarbelakangi munculnya hadits ada dua. Yaitu : (1) Asbab Wurud Al-khas, dan (2) Asbab Wurud Al’Am;
3. Sedangkan menurut imam As-Suyuthi Asbab al-Wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu : (1) 1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an, (2) Sebab yang berupa hadits, dan (3) Sebab yang yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat;
4. Ilmu mengenai Asbab wurud al-hadits ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab;
5. Perintis ilmu asbab al-wurud ialah Abu Hamid bin Kaznah Al-Jubary. Kemudian disusul oleh Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja’I Al-Ukhbary;
6. Adapun dampak asbab al-wurud terhadap hadits menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk: (1) Menentukan adanya takhsish hadits yang bersifat umum, (2) Membatasi pengertian hadits yang masih mutlak, (3) Mentafshil (meperinci) hadits yang masih bersifat global, (4) Menentukan ada atau tidak adanya naskh-mansukh dalam suatu hadits, (5) Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum, dan (6) Menjelaskan maksud suatu hadits yang masih musykil (sulit dapahami).
B. Kritik dan Saran
Alhamdulillah, telah selesai pembahasan dari makalah ini. Dalam perkembangannya tentu tidak lepas dari keluputan baik dari segi penulisan, pengambilan referensi, dan penuturan pemakalah tentang tema yang terkai. Untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran anda sebagai pendorong bagi kami agar kami bisa menulis lebih baik lagi di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim, 2001. Asbab al Wurud Studi Kritis Hadits Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahman, Fatchur, 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung: PT Al-Ma’arif.
Tag :
Ulumul Khadis
0 Komentar untuk "Asbabul Wurud Al Hadis dan Ruang Lingkupnya"