Makalah Ihtihsan



KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat  Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan yang tiada terhingga kepada kita semua terutama nikmat Iman dan Islam.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Istihsan”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat besar bagi kita untuk dipelajari.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon pemakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga ALLAH SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat. Amin.




Jepara, 10 Desember 2015


Pemakalah



DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 3
       I.            Latar Belakang......................................................................................... 3
    II.            Rumusan Masalah.................................................................................... 3
 III.            Tujuan Makalah........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHSAN....................................................................................... 4
A.    Pengertian Istihsan................................................................................... 4
B.     Macam-macam Istihsan............................................................................ 5
C.     Dasar-dasar Kehujjahan Istihsan.............................................................. 8
BAB III PENUTUP............................................................................................ 9
A.    Kesimpulan......................................................................................... 9
B.     Saran................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10







BAB I
PENDAHULUAN

       I.            Latar Belakang
Istihsan berarti menilai sesuatu yang baik. Perpindahan dari satu hokum yang telah ditetapkan oleh dalil syara kepada hokum lain karena ada dalil syara yang mengharuskan perpindahan ini sesuai dengan jiwa Syari’ah Islam.
    II.            Rumusan Masalah
1. Pengertian istihsan
2. Macam-macam istihsan
3. Dasar-dasar kehujjahan istihsan

 III.            Tujuan Makalah
Untuk menjelaskan dan memahami isi dari rumusan masalah di atas







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian istihsan
Untuk memahami istihsan, dibawah ini disajikan beberapa contoh yang sederhana tentang itu. Misalnya, seorang yang dititipi barang harus mengganti barang yang dititipkan kepadanya apabila digunakan untuk mengongkossi hidupnya. Apabila seorang anak mentipkan barang kepada ayahnya kemudian barang tersebut digunakan oleh ayahnya untuk membiayai hidupnya, maka berdasarkan istihsan si ayah tidak diwajibkan menggantinya, karena ia mempunyai hak menggunakan harta anaknya untuk membiayai keperluan hidupnya.
Seseorang mempunyai kewenangan bertindak hokum apabila dia sudah dewasa dan berakal. Bagaimana halnya dengan anak kecil yang disuruh ibunya untuk membeli garam ke warung? Berdasarkan istihsan anak kecil diperbolehkan membeli barang-barang yang kecil yang menurut kebiasaan tidak menimbulkan kemafsadatan. Air sisa binatang buas itu najis, bagaiman asisa air burung yang buas. Berdasarkan istihsan sisa burung yang buas tidak najis, karena burung minum dengan paruhnya, jadi air liurnya tidak mengenai air.
Dari contoh di atas kita bias menyimpulkan pengertian istihsan yaitu: “perpindahan dari satu hukum yang telah di tetapkan oleh dalil syara kepada hukum lain karena ada dalil syara yang mengharuskan perpindahan ini”. Seperti dalam surat az-Zumar: 17-18 yang artinya maka gembirakanlah hamba hamba-Ku yang mendengar perkataan, lalu mengikutinya yang lebih baik.[1]


B.     Macam-macam Istihsan
Istihsan terdiri dari dua macam yaitu:
a.       Istihsan Qiyasi
adalah suatu bentuk pengalihan hokum dari ketentuan hokum yang didasarkan kepada qiyas jail kepada ketentuan hokum yang didasarkan kepada qiyas khafi, karena adanya alasan yang kuat untuk mengalihkan ketentuan hokum tersebut. Alasan kuat yang dimaksudkan di sini adalah kemaslahatan. Istihsan dalam bentuk pertama inilah yang disebut istihsan qiyasi.
Contoh yang berdasarkan istihsan qiyasi, yang dilandasi oleh qiyas khafi, air sisa minuman burung buas, adalah suci dan halal dminum, seperti: sisa minuman burung gagak atau burung elang. Padahal berdasarkan qiyas jail, sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung buas adalah najis dan haram di minum, karena sisa minuman tersebut telah bercampur dengan air liurnya, yaitu dengan meng qiyas kan kepada dagingnya.
Sebagaimana diketahui, binatang buas itu minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat inumnya. Akan tetapi, paruh burung buas berbeda denngan mulut binatang buas yang tidak langsung bertemu dengan dagingnya. Mulut binatang buas terdiri atas daging yang haram dimakan, sedangkan paruh burung buas merupakan tulang atau zat tanduk. Sedangkan tulang atau zat tanduk tidak najis.[2]

b.      Istihsan Istitsna’i
Adalah qiyas dalam bentuk pengecualian dari ketentuan hokum yang berasarkan prinsip-prinsip umum, kepada ketentuan hokum tertentu yang bersifat khusus. Istihsan bentuk ini dapat di bagi kepada beberapa macam sebagai berikut.[3]
1.      Istihsan bi an-Nash
Adalah pengalihan hokum dari ketentuan yang umum kepada ketentuan lain dalam bentuk pengecualian, karena ada nashsh yang mengecualikannya, baik nashsh tersebut alquran maupun sunnah.
Contohnya berdasarkan nashsh Alquran ialah, berlakunya ketentuan wasiat setelah seorang wafat, padahal menurut ketentuan umum, ketika orang telah wafat, ia tidak berhak lagi terhadap hartanya, karena telah beralih kepada ahli warisnya. Nyatanya, ketentuan umum tersebut dikecualikan oleh Alquran, antara lain surah an-Nisa’(4): 12 yang artinya sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya atau sesudah di bayar utangnya.
2.      Ishtihsan bi al-Ijma’
Adalah pengalihan hokum dari ketentuan umum kepada ketentuan lain dalam bentuk pengecualian, karena ada ketentuan ijma’ yang mengecualikannya. Sebagai contoh, boleh melaukan transaksi istitsna’ (seseorang bertransaksi dengan pengerajin untuk dibuatkan barang dengan harga tertentu), padahal menurut ketentuan umum jual beli, dilarang melakukan transaksi terhadap barang yang belum ada. Rasulullah bersabdda yang artinya jangan jual belikan Sesuatu yang belum ada padamu.
            Berdasarkan hadis tersebut, seharusnya transaksi tersebut batal, karena ketikan transaksi berlangsung, objek transaksinya belum ada. Akan tetapi, transaksi istitsna tersebut boleh dilakukan, karena sejak dahulu praktik tersebut terus berlangsung, tanpa ada larangan dari seorang ulama pun. Demi memelihara kebutuhan masyarakat, dan menghindarkan kesulitan yang akan timbul jika transaksi tersebut dilarang.
3.      Istihsan bi al-Urf
Adalah pengecualian hokum dari prinsip syariah yang umum, berdasarkan kebiasaan yang berlaku.
Contoh istihsan bi al-“urf adalah menurut ketentuan umum, menetapkan ongkos kendaraan umum dengan harga tertentu secara pukul rata, tanpa membedakan jauh atau dekatnya jarak tempuh, adalah terlarang. Akan tetapi, melalui istihsan, transaksi tersebut dibolehkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku, demi menjaga jangan timbul kesulitan masyarakat, dan terpeliharanya kebutuhan mereka trhadap transaksi tersebut.
4.      Ishtihsan bi ad-Dharurah
Adalah suatu keadaan darurat yang mendorong mujtahid untuk mengecualikan ketentuan qiyas yang berlaku umum kepada ketentuan lain yang memennuhi kebutuhan mengatasi keadaan darurat. Sebagai contoh, menghukumkan sucinya air sumur atau kolam air yang kejatuhan najis dengan cara menguras airnya. Menurut ketentuan umum, tidak mungkin mensucikan air susmur atau kolam hanya ddengan mengurasnya. Akan tetapi, berdasarkan istihsan, air sumur atau kolam di pandang suci setelah di kuras.
5.      Istihsan bi al-Mashlahah al-Mursalah
Adalah mengecualikan ketentuan hokum yang berlaku umum berdasarkan kemaslahatan, dengan memberlakukan ketentuan lain yang memenuhi prinsip kemaslahatan. Misalnya, menetapkan hokum sahnya wasiat yang yang ditujukan untuk keperluan yang baik, dari orang yang berada di bawah pengampuan, baik karena ia kurang akal maupun karena berperilaku boros.

C.     Dasar-dasar kehujjahan istihsan
Para ulama yang menggunakan istihsan sebagai dalil syara’ mengemukakan banyak argument, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Menggunakan istihsan berarti mencari yang mudah dan meninggalkan yang sulit, sesuai dengan firman Allah pada surah al-Baqarah(2): 185 yang artinya Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
b.      Firman Allah pada surah az-Zumar (39): 55 yang artinya Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum dating adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.
c.       Ucapan Abdullah bin Mas’ud, yang artinya sesuatu yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka ia di pandang baik oleh Allah.[4]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Istihsan berarti menilai sesuatu yang baik. Istihsan ada dua: istihsan qiyasi dan istihsan istitsna’i. kehujjahan istihsan berdasarkan pendapat dari berbagai ulama, yang berdasarkan pada Al-quran dan hadits.
B.     Saran
Semoga pembaca dapat memahami apa itu istihsan, macam-macamnya dan kehujjahan istihsan dari makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, H.A. Ilmu Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.



[1] H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, hlm. 84-85
[2] H.Abd.Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Hlm. 198-200
[3] Ibid,. hlm. 200
[4] Op.cit,. hlm.203-204
Tag : Ushul Fiqh
0 Komentar untuk "Makalah Ihtihsan"

Back To Top