BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal
ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan
kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa
yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan
alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada
berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu
landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar
Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia,
termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan
rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar
Negara mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan pemerintahan.
Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal
ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan
nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara
Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasiakan
rumusan masalah sebagai berikut:
A.
Pancasila Pada Era Pra Kemerdekaan
B.
Pancasila Pada Era Kemerdekaan
C.
Pancasila Pada Era Orde Lama
D.
Pancasila Pada Era Orde Baru
E.
Pancasila Pada Era Reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa
unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara
formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah
memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan
merdeka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam
berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan
kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan
fakta historis, diantaranya adalah :
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya orang percaya kepada
Tuhan.
2.
Kemanusiaan yang adil
dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah
lembut dengan sesama manusia.
3.
Persatuan Indonesia :
bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu, dan
kekeluargaan.
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan : bahwa
unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita.
5.
Keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas
hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil terhadap sesama.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal
18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa,
bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada
Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah
dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga
sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.[1]
Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat
mengandung pengertian sebagai berikut:
1.
Dari
sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum
kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.
2.
Secara
politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas
nasib sendiri dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia.
Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:
Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:
a.
Pembentukan
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain :
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain :
1)
Konstitusi
RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 Negara pasal (1 dan
2)
2)
Konstitusi
RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana
mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap
parlemen (pasal 118 ayat 2)
3)
Mukadiamah
RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD
1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
4)
Sebelum
persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu
persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan
“pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”
3.
Terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1950
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
1.
Negara Bagian RI Proklamasi
2.
Negara Indonesia Timur (NIT)
3.
Negara Sumatera Timur (NST)
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei
1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi
Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita
Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi
kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya
merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih
bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini
berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu
menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan
pertentangan – pertentangan, gangguan – gangguan keamanan serta penyelewengan –
penyelewengan dalam masyarakat.
b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak
berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai
Declaration of Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila
dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
Pada akhir
era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah yang
mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Era
orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli
1959. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya
kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang
dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin
dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan
terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan
tertetnu.
Pada
masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan
pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan
pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang
seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat
keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah
kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan,
ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Kajian
Kesimpulan Pada Era Orde Lama
a. Kelebihan
1.
Munculnya aksi-aksi positif dari masyarakat
sebagai bentuk demokrasi.
b. Kekurangan
1.
Munculnya komunisme dan liberalisme.
2.
Meletusnya pemberontakkan G 30 S/PKI.
3.
Sering jatuhnya kabinet.
4.
Penyimpangan terhadap UUD dan Pancasila yang
ironisnya dilakukan oleh Presiden Indonesia sendiri.
c. Kesimpulan
dan solusi
Pada
masa orde lama ini banyak terjadi penyimpangan dalam badan UUD dan Pancasila.
Juga terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti munculnya
liberlaisme dan komunisme. Puncaknya yaitu saat G 30 S/PKI dan pemeritah
dinilai tidak mampu mengatasinya sehingga Presiden Soekarno memberikan mandat
kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan.
Era Orde Baru dalam
sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa juga
dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian
tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini.
Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di segala bidang.
Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Diera Orde Baru, yakni
stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila.
Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di
Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan
nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut
sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin
bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila,
karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh
kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde
Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia.
Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat
cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman
nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas
tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi,
apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan
sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.[2]
Memahami peran
Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan
ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai
paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola
berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik
dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk
tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi
produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai
paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai
Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai
berikut :[3]
Penerapan dan
pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari.
Mementingkan
kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan. Melaksanakan
keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan
menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa. Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi
mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara
riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa
Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai
sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan
Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan
kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional
sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan.
Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru TNI terus
diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial
politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian
dari sistem nasional.[4]
Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu (philosophy
of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai
paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek
ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis,
yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal
titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai proses
menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi,
spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan
eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk,
adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah
beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan
arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis,
yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan
efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal
Pancasila.
Memahami peran
Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan
ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18
Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang
naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan
perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
1.
Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada
Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun
luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan.
Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro dan Driarkara. Kedua
ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut
pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan
suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila
merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga
Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan
suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat
kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang
Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945
merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh
siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik
dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional
yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2.
Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Yaitu upaya mengisi
kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila
diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai
ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara
spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam
pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang
dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh
pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN
dan Kronisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan
itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis,
lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan
Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui
oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan
kronisme.
3.
Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang
dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler,
sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia,
khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang
dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan
secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai
dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan
kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak
menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi
Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna
Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945,
dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan
sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya
bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta
kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna
melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah
barang jadi yang sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif,
melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang
terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya
Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi
kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki
kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam
melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan
Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan
masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang diperlukan
dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual,
komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila adalah lima
nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak
dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan.
Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang
dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua
aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang
untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah
perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang
sangat panjang. Dalam proses waktu yang panjang itu dapat dicatat
kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara
merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan
kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan
pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara
Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah
yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan
Negara Replubik Indonesia.
B.
Saran-Saran
Pancasila merupakan kepribadian
bangsa Indonesia yang mana setiap warga negara Indonesia harus menjunjung
tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati
dan penuh rasa tanggung jawab. Agar pancasila tidak terbatas pada coretan tinta
belaka tanpa makna.
DAFTAR PUSTAKA
Ubaedillah A & Abdul Rozak,
Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Icce. UIN Jakarta, 2003
Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif.
Jakarta: Aries Lima
Tim Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2005. Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka
Winatapura, Udin. S, dkk. 2008. Buku Materi dan Pembelajaran Pkn
SD. Jakarta: Universitas Terbuka
http///www.google.com
[1] Ubaedillah A &
Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM
dan Masyarakat Madani, Icce. UIN Jakarta, 2003
[2]
Darmodiharjo, Darji.
1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries Lima
[3]
http///www.google.com
[4]
Winatapura, Udin. S,
dkk. 2008. Buku Materi dan Pembelajaran Pkn SD. Jakarta:
Universitas Terbuka
Tag :
PKN
0 Komentar untuk "Pemahaman Pancasila"