Mengetahui Tentang Mahram Nikah dunia ilmu |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini berpasang-pasangan. Siang berpasangan dengan malam, negatif berpasangan dengan positif, jantan berpasangan dengan betina, laki-laki berpasangan dengan perempuan. Allah berfirman dalam surat Adz-dhariyat : 49 yang artinya,
“Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
Akan tetapi berpasang-pasangan manusia laki-laki dengan perempuan berbeda cara dan aturannya dengan binatang dan benda-benda lainnya.
Tentang cara aturan berpasang-pasangan atau perjodohan antara laki-laki dengan perempuan, Allah tentukan dengan cara perkawinan islam dalam agama islam yang mempunyai syarat, rukun, dan batas-batasnya tersendiri. Dalam perkawinan islam yang termasuk dalam penjelasan batas-batasnya, salah satunya adalah Muhram/mahram nikah atau siapa-siapa saja yang haram untuk dinikahi. Jadi, dalam makalah ini akan membahas tentang mahram nikah di dalam hukum perkawinan islam.
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahram, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihram untuk haji atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat.
B. Rumusan masalah
a. Apa itu Mahram nikah?
b. Apa dasar hukum mahram nikah?
c. Apa saja pembagiannya dan siapa saja yang termasuk dalam mahram nikah tersebut?
d. Apa hikmah mahram nikah?
C. Tujuan penulis
Dalam penulisan ini, bertujuan agar dapat mengetahui secara jelas tentang pembahasan mahram nikah atau siapa-siapa saja yang haram untuk dinikahi dalam hukum perkawinan islam seperti yang telah dirumuskan di dalam rumusan permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahram
Pengertian mahram dalam ilmu fiqih adalah kata “Mahram” berasal dari bahasa arab yang berarti “yang dilarang/yang terlarang”, sesuatu yang dilarang/terlarang, maksudnya adalah wanita yang terlarang mengawininya.
Mahram adalah orang-orang yang diharamkan untuk dinikahi.(Saebani,2001:204) Perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Istilah mahram adalah istilah yang terdapat di dalam bab fiqih nikah. Berasal dari kata haram yang artinya tidak boleh atau terlarang. Dari asal kata ini kemudian terbentuk istilah mahram, yang pengertiannya wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi.
“Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebab sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram”. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105).
Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena seba nasab, persusuan dan pernikahan.” (Al-Mughni 6/555)
Menurut Imam Ibnu Atsir rahimahullah, ” Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain”. (An- Nihayah 1/373)
Menurtut Syaikh Sholeh Al-Fauzan, “Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau pun anak tirinya”. (Tanbihat 'ala Ahkam Takhtashu bil mu'minat hal ; 67) (Sahrani,2009:98).
B. Dasar hukum mahram nikah
Dasar hukum mahram nikah ini adalah dalil Al-qur’an yang terdapat dalam surat An-nisa, ayat 22-24. Artinya :
22. “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
24. kamu miliki Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. An-nisa : 22-24)
Dalam tiga ayat diatas Allah SWT menyebutkan perempuan-perempuan yang haram dinikahi. Dengan mencermati firman Allah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tahrim pengharaman ini terbagi dua (http://lulurezky.blogspot.co.id/2014/05/tentang-mahram.html) :
a. Tahrim Muabbad (pengharaman yang berlaku selama-lamanya), yaitu seorang perempuan tidak boleh dinikahi selama-lamanya, yang termasuk kedalam tahrim muabbat ini, yaitu:
(1) terlarang karena nasab,
(2) mushaharah, dan
(3) radlaa’ah.
b. Tahrim Muaqqat (pengharaman yang bersifat sementara), jika nanti keadaan berubah, gugurlah tahrim itu dan menjadi halal.
C. Pembagian serta klasifikasi mahram nikah
Dari kesimpulan dalil Al-qur’an surat An-nisa :22-24, bahwasanya pengharaman terhadap perempuan-perempuan yg haram untuk dinikahi itu ada dua penyebab atau dua pembagian, yaitu:
1. Mahram Muabbad (Abidin, 1999:98)
Mahram muabbad ialah perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi sepanjang masa yang bersifat selama-lamanya. Penyebab keharamannya ini di karenakan 3 hal, yaitu:
a. Haram karena Nasab
Keharaman ini tercantum dalam firman Allah surat An-nisa, ayat 23, yang artinya:
”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anakmu yang perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan”. (Q.S. An-Nisa:23)
Wanita yang diharamkan menurut ayat di atas adalah (Sahrani,2009:99) :
1. Ibu-ibu, maksudnya ialah ibu kandung, ibu dari ibu, ibu dari ayah, dan seterusnya sampai ke atas.
2. Anak-anak yang perempuan, maksudnya anak-anak perempuan, cucu-cucu yang perempuan dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara-saudara perempuan, maksudnya saudara-saudara perempuan sekandung, seayah, dan seibu.
4. Saudara-saudara ayah yang perempuan, termasuk juga di dalamnya saudara kakek yang perempuan.
5. Saudara-saudara ibu yang perempuan, termasuk juga di dalamnya saudara nenek yang perempuan.
6. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, maksudnya saudara-saudara laki-laki yang sekandung, seayah atau seibu.
7. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu perempuan, maksudnya saudara-saudara perempuan yang sekandung, seayah atau seibu.
8. Mengenai anak-anak perempuan dari saudara-saudara ayah dan saudara-saudara ibu yang perempuan ataupun yang laki-laki termasuk yang halal dikawini, karena termasuk dalam firman Allah surat An-nisa: 24, yang artinya:
“...dan dihalalkan bagimu wanita-wanita yang selain itu...”(Q.S. an-nisa:24)
2. Haram karena mengawini seorang wanita (Mushaharah) (Abidin, 1999:101).
Yang haram karena mushaharah ini, yaitu:
a. Ibu tiri atau bekas isteri ayah
Dasar hukumnya adalah firman Allah :
“janganlah kamu kawini wanita yang telah dikawini oleh ayahmu...” (Q.S. An-nisa:22).
b. Bekas istri anak
Dasar hukumnya adalah firman Allah :
“...dan (bekas) istri-istri anak kandungmu”. (Q.S. An-nisa:23)
c. Anak-anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli
Anak-anak tiri, ialah anak-anak perempuan dari anak perempuan tirinya, cucu perempuannya, dan terus ke bawah, karena mereka termasuk dalam pengertian anak perempuan dari istrinya. Dasarnya adalah firman Allah:
“...dan anak-anak isteri (anak tiri)mu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika belum kamu campuri isterimu itu(dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya...”.(Q.S. An-nisa: 23)
d. Ibu dari isteri-isterimu (mertua)
Termasuk di dalam ibu dari mertua, ibu dari mertua laki-lakidan seterusnya ke atas. Dasar hukumnya ialah firman Allah:
“...Ibu dari isteri-isterimu”. (Q.S. An-nisa: 23)
3. Haram karena sesusuan (radhla’ah) (Abidin, 1999:100)
a. Dasar hukum
Firman Allah :
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibumu, anak perempuan, saudara perempuanmu, saudar perempuan bapakmu, saudara perempuan ibumu, anak perempuan dari saudara laki-laki anak perempuanmu dari saudara perempuan, ibu yang menyusukanmu dan saudara perempuan dari sesusuanmu...”. (Q.S. An-nisa:23)
Berdasarkan ayat di atas, maka yang teramasuk mahram sesusuan ialah:
(1) Ibu-susu, karena ia telah menyusuinya, maka dianggap sebagai ibu dari yang menyusu.
(2) Ibu dari yang menyusui, sebab ia merupakan neneknya.
(3) Ibu dari bapak-susunya, karena ia merupakan neneknya juga.
(4) Saudara perempuan dari ibu-susunya, karena menjadi bibi-susunya.
(5) Saudara perempuan bapak-susunya, karena menjadi bibi-susunya.
(6) Cucu perempuan ibu-susunya, karena mereka menjadi anak perempuan saudara laki-laki dan perempuan sesusuan dengannya.
(7) Saudara perempuan sesusuan baik yang sebapak atau seibu atau sekandung.
b. Sesusuan yang mengharamkan
Imam malik beserta murid-muridnya beliau berpendapat bahwa pada hakekatnya tidak ada batas tertentu dari sesusuan yang mengharamkan. sesusuan yang mengharamkan ialah yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Jika ia baru menyusu sekali atau dua kali, hal ini tidak menyebabkan haramnya kawin, karena bukan disebut menyusu dan tidak pula bisa mengenyangkan. Sesuai dengan sabda Rasullullah yang artinya adalah:
“tidak mengharamkan satu kali hisapan dan tidak (pula) dua kali hisapan”. (H.R. Jama’ah kecuali Bukhari)
Berbeda dengan pendapat imam abu hanifah, ia berpendapat bahwa semua macam hisapan akan mengharamkan. Ahli dhahir memberi batas dengan tiga kali hisapan.
Untuk kepastian hukum perlu ditetapkan jumlah hisapan bayi yang disusuinya, yang menyebabkan larangan perkawinan. Dalam hal ini imam syafi’i menetapakan lima kali hisapan susuan yang mengharamkan. Berdasarkan hadis nabi yang artinya :
“Dari Aisyah R.A. ia berkata: dahulu di antara (ayat-ayat) al-qur’an yang diturunkan (terdapat kata-kata) sepuluh susuan, kemudian kata tersebut dinasakhkan dengan kata-kata lima kali hisapan yang diketahui, lalu Rasullullah wafat, sedangkan kata-kata itu termasuk dalam Al-qur’an yang dibaca”. (H.R. Muslim, Abu daud, dan An nasaai)
Sedangkan ada pendapat abu ubaid, abu tsur, daud adh-dhahiri, ibn munzir dan sebuah riwayat dari ahmad. Yang menyatakan bahwa susuan yang mengharamkan itu cup dengan tiga kali menyusu atau lebih, sebagai mana hadis nabi yang artinya:
“Tidaklah mengharamkan karena sekali atau dua kali susuan”
Keterangan ini dengan jelas menyebutkan susuan yang kurang dari tiga kali tidak mengharamkan dan apabila lebih dari tiga kali susuan baru dinyatakan mengharamkan.
(http://lulurezky.blogspot.co.id/2014/05/tentang-mahram.html).
1. Air susu campuran
Menurut Hanafiah: air susu yang bercampur dengan benda atau cairan lain tidak mengharamkan, sedangkan syafi’iyah dan sebagian pengikut malik mengharamkan.
2. Masa menyusu
Para ahli fikih sepakat bahwa menyusui seorang anak adalah dua tahun, bagi orrang-orang yang ingin menyempurnakan susuan anaknya. Allah berfirman yang artinya:
“dan ibu-ibu yang menyusui anak-anaknya dua tahun penuh bagi siapa yang ingin menyempurnakan penyusuannya.”(Al-baqarah:233)
3. Persaksian atas penyusuan
Para ahli fiqih sepakat bahwa diperlukan adanyan saksi yang menyaksikan, berbeda pendapat para ahli dalam hal penetapan jumlah minimum saksi yang diperlukan.
Karena persaksian penyusuan dapat disamakan dengan persaksian muamalat, maka jumlah saksi minimumnya sama dengan persaksian muamalat, berdasarkan firman Allah:
“... dan persaksikanlah olehmu dua orang saksi laki-laki di antara kamu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perampuan...” (Q.S. Al-baqarah:282)
Imam syafi’i membolehkan persaksian susuan itu dilakukan oleh empat orang perempuan sebagai ganti dari dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perampuan.
i. Mahram Muwaqqat
Yang dimaksud dengan “tahrim muwaqqat” ialah larangan perkawinan dengan seorang wanita dalam waktu tertentu saja dan ada sebab yang mengharamkannya, jika sebab itu hilang maka perkawinannya boleh dilaksanakan (Saebani,2003:127).
Mahram muwaqqad ada yang muttafaq alaihi (yang disepakati oleh para ulama) dan ada yang mukhtalaf alaihi (yang diperselisihkan oleh ulama).
a. Tahrim muwaqqat yang di sepakat ulama ialah:
1) Karena mengumpulkan
Dilarang mengumpulkan dua orang wanita yang ada hubungan mahram . termasuk di dalamnya mengumpulkan dua orang wanita yang bersaudara, ialah saudara sekandung, saudara seayah, saudara seibu ataupun saudara sesusuan.(Sulaiman,1994:389) Berdasarkan firman Allah:
“...diharamkan kamu mengumpul dua orang wanita yang bersaudara kecuali apa yang telah terdahulu...”(Q.S. An-nisaa:23)
2) Karena terikat dengan hak orang lain
Diharamkan bagi orang islam mengawini istri orang lain atau bekas istri orang lain yangsedang iddah karena memperhatikan hak suaminya.
Seorang wanita yang terikat oleh hak orang lain, adakalanya disebabkan oleh perkawinan dan adakalanya terikat oleh hak bekas suaminya, seperti istri yang dalam masa iddah. Dasar hukum tentang disebabkan oleh perkawinan adalah:
“kamu miliki Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu....” (Q.S. an- nisaa:24)
Mengenai larangan mengawini wanita yang dalam masa iddah makudnya adalah wanita yang dalam masa iddah. Dasar hukumnya ialah:
“Wanita-wanita yang ditalaq hendaknya menahan dirinya tiga kali quru’...” (Q.S. al-baqarah: 228).
3) Wanita-wanita orang musyrik
Sepakat para ahli fiqih bahwa haram hukumnya laki-laki atau perempuan yang beragama islam mengawini laki-laki atau wanita yang musrik. Berdasarkan firman Allah:
“janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita-wanita budak yang mukmin lebih baik dari pada wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan (wanita-wanita mukmin) dengan orang-orang musyrik sebelum mereka beriman, sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya...” (Q.S. al-baqarah-221)
4) Wanita yang telah dicerai tiga kali
Wanita yang telah dicerai oleh suaminya tiga kali, haram dinikahi lagi oleh bekas suaminya itu, kecuali jika bekas istrintelah kawin dengan orang lain dengan perkawinan yang sah, kemudian bercerai dan telah habis masa iddahnya, baru bisa suami pertama mengawininya kembali dengan perkawinan yang baru dan mahar yang baru. Dasar hukumnya adalah:
“kemudian jika suami mentalaqnya (setelah talaq yang kedua) maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sampai ia kawin lagi dengan suaminya yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah...” (Q.S. Al-baqarah: 230)
5) Mengawini lebih dari empat wanita
Diharamkan seorang laki-laki menikahi lebih dari empat orang wanita, karena seorang laki-laki tidak dibolehkan mempunyai istri lebih dari empat. Berdasarkan firman Allah:
“dan jika kamu takut tidak akan dapat (hak-hak) perempuan-perempuan yang yatim (bilamana mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil , maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Q.S. an-nisaa: 3)
b. Tahrim muwaqqat yang diperselisihkan ulama ialah :
1) Orang yang sedang ihram
Para ahli fikih berbeda pendapat dalam hal ini, menurut imam malik dan imam syafi’i diharamkan orang-orang yang sedang ihram melaksanakannya, sedangkan imam abu hanifah membolehkannya.
Kalau dilihat dari segi haji sebagai ibadah dan dalam ibadah diperlukan adanya niat yang tidak putus-putusnya dilakukan selama melaksanakan ibadah itu, maka melaksanakan paerkawinan bagi orang yang sedang ihram akan merusak niat ibadah hajinya. Karena itu untuk beramal, maka pendapat imam syafi’i dan imam malik lebih mungkin diamalkan.
2) Orang pezina
Yang dimaksud dengan “orang pezina” ialah orang yang biasa melakukan perzinaan, baik laki-laki atau perempuan, dan belum ada niat untuk menghentikan perbuatan zina itu.
Tidak dihalalkan kawin dengan perempuan zina, begitu pula bagi perempuan tidak halal kawin dengan laki-laki zina, terkecuali sesudah mereka taubat.
3) Dan lain-lain
Yang dimaksud dengan lain-lain disini ialah maksalah-maksalah wanita yang sakit berat, wanita yang dicerai karena li’an, zihar, dan ila’. (http://al-badar.net/pengertian-dan-macam-mahram/)
Adapun hikmah mahram nikah yaitu :
1. Menegakkan sistem kekeluargaan yang didasarkan pada cinta dan kasih sayang dengan tidak adanya kepentingan yang bertujuan menghentikan kepentingan terutama nafsu.
2. Untuk menjauhkan putusnya tali silaturrahim yang terjadi dalam pernikahan yaitu permusuhan.
3. Menjauhkan dari segala bentuk resiko yang terjadi apabila menikah dengan mahram nikah, seperti menjadikan keturunan yang bodoh dan penyakitan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah mahram adalah istilah yang terdapat di dalam bab fiqih nikah. Berasal dari kata haram yang artinya tidak boleh atau terlarang. Dari asal kata ini kemudian terbentuk istilah mahram, yang pengertiannya wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi.
Dalam ajaran Islam ada ketentuan hukum bahwa tidak setiap pasang laki-laki dan perempuan boleh dan syah melangsungkan pernikahan, karena sebab-sebab tertentu mereka haram menjalin akad pernikahan. Laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi disebut mahram.
Secara garis besar larangan-larangan perkawinan dalam Syara’ itu dibagi dua, yaitu; Keharaman yang bersifat Abadi (Tahrim Mu’abbad), dan keharaman yang bersifat sementara (Tahrim Mu’aqqat).
B. Saran
Pernikahan adalah salah satu hal sakral dalam kehidupan manusia, karena menyangkut hidup kita dengan orang lain, baik kaitannya secara kepentingan dengan Allah maupun dengan manusia lainnya, Hidup bersama orang yang tepat secara syar’i berarti telah menjauhkan kita dari perbuatan hina dalam pandangan Allah.
Maka dari itu, kita harus mengetahui segala sesuatu, mulai dari hukum nikah, rukun nikah, kewajiban suami istri setelah menikah, hikmah menikah, agar kita tidak sekali-kali bila ada kesalah pahaman di dalam keluarga jangan terus membuat keputusan untuk bercerai, karena bercerai itu tidak disukai oleh Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Beni Saebani. 2001. Fiqh Munakahat. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Abidin, Slamet.1999.Fiqih Munakahat.Bandung: CV.Pustaka Setia
http://al-badar.net/pengertian-dan-macam-mahram/
http://lulurezky.blogspot.co.id/2014/05/tentang-mahram.html
Sahrani, Sohari. 2009. Fikih Munakahat. Jakarta: Raja Wali Pers.
Tag :
Khadis Ahkam
0 Komentar untuk "Mengetahui Tentang Mahram Nikah"