Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Al- Maturidiyah dunia ilmu |
1. Definisi
Aliran Maturidi
Aliran
Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur
al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.
Maturidiyah
adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang
berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam
membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk
menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran
Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur
Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional. Aliran Maturidiyah berpegang pada
keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’.
Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk
kepada keputusan syara’
2. Sejarah
Aliran Maturidi
Abu Manshur
Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota
kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Temsoxiana di Asia
Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak
diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia
wafat pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang
fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun
268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada
tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan
untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak
dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil
Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula
karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah
fiqih.
Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte
Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah. Maturidiah dan Asy’ariyah
di lahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini
datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan
diri dari ekstriminasi kaum rasionalis, dimana yang berada di paling depan.
Menurut
ulama-ulama Hanafiah, hasil pemikiran al-Maturidi dalam bidang aqidah sama
besar dengan pendapat-pendapat imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah sebelum
menceburkan dirinya dalam bidang fiqh dan menjadi tokohnya, telah lama
berkecimpung dalam bidang aqidah serta banyak pula mengadakan tukar pendapat
dan perdebatan-perdebatan seperti yang dikehendaki oleh suasana zamannya, dan
salah satu buah karyanya dalam bidang aqidah ialah bukunya yang berjudul “al
Fiqhul Akbar”. [1]
Al-Maturidi
dinilai sebagai pendiri Ilmu Kalam Sunni yang menghidupkan akidah Ahlu
al-Sunnah dengan metode akal. Meskipun al-Maturidi hidup semasa dengan
al-Asy’ari tetapi antara keduanya tidak ada komunikasi dan saling mengenal
pendapatnya. Jadi, meskipun antara keduanya terdapat banyak kesamaan dalam
tujuan dan cara menuju tujuan, tetapi al-Maturidi mempunyai cara yang berbeda
dengan Asy’ari. Latar belakang fiqh ikut berpengaruh. Al-Asy’ari bermazhab
Syafi’i yang dikenal moderat, tetapi dekat dengan tradisionalis, banyak terikat
kepada nash-nash naqli, sedangkan al-Maturidi bermazhab fiqih imam Abu Hanifah
yang dikenal ahl ra’yi lebih cenderung rasionalis.[2]
Dalam pemikiran
itu ternyata, bahwa pikiran-pikiran al-Maturidi sebenarnya berintikan
pikiran-pikiran Abu Hanifah dan merupakan penguraiannya yang lebih luas.
Kebanyakan ulama-ulama Maturidiah terdiri dari orang-orang pengikut aliran fiqh
Hanafiah, seperti Fahrudin al-Bazdawi, at-Taftazani, an-Nasafi, Ibnul Hammam
dan lain-lain.
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu
menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah. Seperti yang kita ketahui,
al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan
pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan
akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima
rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia. Maka
dari itu, Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan
pemikiran sendiri. Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran
Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kerana itu juga, aliran Maturiyah sering disebut
“berada antara teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah”.
Tokoh yang
sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al- Yusr Muhammad
al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun
493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena
neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.
Al-Badzawi sendiri mempunyai
beberapa orang murid, salah satunya adalah Najm
al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H),
pengarang buku al-‘Aqa’idal Nasafiah.
Seperti
Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham
dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah
terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti
paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti
paham-paham Al-Badzawi.
a. Akaldan wahyu
Dalam pemikiran
teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab ini ia
sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam
mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang
memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan
dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam
tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh
pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk
melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman
dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah
ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah
baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu
itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam
kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
1.
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui
kebaikan sesuatu itu.
2.
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui
kebutuhan sesuatu itu
3.
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan
sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.[3]
Jadi, yang baik
itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan
Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah
dan Al-Asy’ari.
b. Perbuatan
manusia
Menurut
Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam
wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan
manusia. Dengan demikian tidak ada peretentangan antara qudrat tuhan yang
menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian
karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah
perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga
daya manusia.[4]
c. Kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan.
Menurut
Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan
kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkannya sendiri.
d. Sifat
Tuhan
Dalam hal ini
faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya
terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan
mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
e. Melihat
Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh
Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun
melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena
keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam
Tuhan
Al-Maturidi
membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam
nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat
qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah
baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali
dengan suatu perantara.[5]
g. Perbuatan
manusia
Menurut
Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya
atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan
kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya
sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wjib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah
(yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap perbuatan tuhan yang
bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada manusia
tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban
tersebut adalah :
1) Tuhan tidak akan
membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena hal
tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga di beri kemerdekaan
oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.
2)
Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena
merupakan tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.
h. Pelaku
dosa besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa
syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan
pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain
syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad
i. Pengutusan
Rasul
Pandangan
Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa
pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia
dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan
rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang
di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di luar
kemampuannya kepada akalnya.[6]
a.
Kewajiban mengetahui tuhan. Akal semata-mata
sanggup mengetahui tuhan. Namun itu tidak sanggup dengan sendirinya hukum-hukum
takliti (perintah-perintah Allah SWT).
b.
Kebaikan dan kerburukan dapat diketahui dengan
akal
c.
Hikmah dan tujuan perbuatan tuhan
a.
Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi)
Yang menjadi
golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung
ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat tuhan,
maturidi dan asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan
mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan
pengetahuannya.
Aliran maturidi
juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji
dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi.
b.
Maturidiyah bukhara (Al-Bazdawi)
Golongan
Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan
pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.Nenek
Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya,
Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di maksud
golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran
Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat
Al-Asy’ary. Aliran Maturidiyah Bukhara lebih
dekat kepada Asy'ariyah sedangkan aliran
Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal
lebih dekat kepada Mutazilah,terutama dalam
masalah keterbukaan terhadap peranan akal.
Aliran
al-Maturidiyah ini telah meninggalkan
pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya
yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara aqal dan dalil naqli,
pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang
sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha
menghubungkan antara fikir dan amal,mengutamakan
pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak
ulama kalam namun masih berkisar pada satu
pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.
Keistimewaan yang juga
dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau
perdebatan tidak sampai saling
mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan khawarij, Rawafidh
dan Qadariyah.[7]18 Aliran mi
selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.
a.
Buku Tauhid, buku ini adalah buku sumber
terbesar keyakinan dan aqidah aliran Maturidiyah. Dalam buku ini untuk
membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menggunakan Al Qur’an, hadis dan akal,
dan terkadang memberikan keutamaan yang lebih besar kepada akal.
b.
Ta’wilat Ahli Sunnah, buku ini berkenaan dengan
tafsir Al Qur’an dan di dalamnya dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu
Sunnah dan pandangan-pandangan fikih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada
hakikatnya ini adalah buku aqidah dan fikih. Buku ini juga merupakan satu paket
tafsir Al Qur’an dan buku tersebut mencakup juz terakhir Qur’an dari surat
Munafiqin sampai akhir Qur’an.
c.
Al Maqalat, peneliti buku At Tauhid berkata
bahwa naskah buku ini ada di beberapa perpustakaan Eropa.
1.
Tentang sifat Tuhan
Pemikiran
Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan
itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya,
bukan dengan zat-Nya Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya,
bukan dengan zat-Nya.
2.
Tentang Perbuatan Manusia
Pandangan
Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan
manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini,
Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa
semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu
sendiri.[8]
3.
Tentang Al-Quran
Pandangan
Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa
Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan
Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4.
Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan
Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa
Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan
dengan pendapat Mu`tazilah.
5.
Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan
Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin
yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya.
Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua
tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6.
Tentang Janji Tuhan
Keduanya
sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala
kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.[9]
7.
Tentang Rupa Tuhan
Keduanya
sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang
bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan
tidak diartikan secara harfiyah. Az-Zubaidi menyatakan bahwa jika dikatakan
Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan
Maturidiyah. Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengemukakan bahwa pokok semua aqaid
Ahlus Sunnah wal Jamaah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Abul Hasan
Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat di simpulkan :
1. Kelompok Asy’ariyah dan
Al-maturidi muncul karena ketidakpuasan Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur
Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi terhadap argumen dan
pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh kelompok Muktazilah. Dalam perjalannya,
Asy’ari sendiri mengalami tiga periode dalam pemahaman akidahnya, yaitu
Muktazilah, kontra Muktazilah, dan Salaf.
2. Antara Asy’ariyah dan
Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam
hal-hal sebagai berikut: Tentang sifat Tuhan, tentang perbuatan manusia,
tentang Al_Qur’an,kewajiban tuhan, Pelaku dosa besar, Rupa tuhan, dan juga
janji tuhan.
3. Pokok-pokok ajaran
al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran
al-Asy'ariyah dalam merad pendapat-pendapat Mu'tazilah.Perbedaan
yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau
dalam masalah cabang.
4.
Pemikiran-pemikiran al Maturidi jika dikaji
lebih dekat, maka akan didapati bahwa al Maturidi memberikan otoritas yang
lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di
kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan
pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al
Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham
Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al Bazdawi yang condong kepada
Asy’ariyah.
B. Saran-saran
Sangat
berhati-hatilah dengan apa yang kamu ucapkan untuk Allah, karena Surat Qaf,
ayah 18, “setiap kata yang diucapkan akan ditulis oleh dua malaikat, Raqib
dan Atid” Juga berhati-hatilah dari buku-buku tafsir/terjemahan Quran yang
menserupakan Allah SWT dengan makhluk-Nya, dengan mensifati Dia dengan cahaya,
tangan, betis, wajah, duduk, arah, tempat dan sejenisnya. Allah bebas dari segala
kelemahan dan segala sesuatu penyerupaan dengan makhluk-Nya. Segala puji bagi
Rabbul Alamien, Yang Esa yang bersih dari segala penyerupaan dan segala sifat
yang tidak pantas, dan dari segala yang merendahkan yang dikatakan oleh orang
yang tidak benar tentang Dia
DAFTAR PUSTAKA
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet.
1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003),
Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu
Bainal Firaq (Dar al-Kutub al-ilmiah: Beirut: )
Hamid,Jalal Muhammad Abd,Al-, Nasyiah
Al-Asy’ariyah wa Tatawwaruh,Dar Al-Kitab,Beirut,1975.
Madkour, Ibrahim , Aliran dan teori filsafat
islam. Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi
dan Tradisi NU
Nasution, Harun, Teologi Islam, UI Press,
Jakarta, 1986.
Rozak, Abdul & Anwar, Rohison, Ilmu Kalam.
CV Pustaka Setia, Bandung, 2009
[1] Ahmad Hanafi, Pengantar
Theology Islam, Jakarta:Radar Jaya Offset.2001.hal.121
[2] Sahilun Nasir,
Pemikiran Kalam (Theology Islam), Jakarta: Raja Grafindo Persada.2010.
hal.277.
[4] Ibid. Hal.
127
[5] Ibid. Hal.
129
[6] Ibid. Hal.
131-132
[7] Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiah, T.Th. Hal. 28
[8] Abdul Rozak &
Rosikhon Anwar, Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009. Hal. 127
Tag :
Ilmu Kalam
0 Komentar untuk " Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Al- Maturidiyah"