Istilah dan Unsur Unsur Tindak Pidana

Istilah dan Unsur Unsur Tindak Pidana dunia ilmu
Istilah dan Unsur Unsur Tindak Pidana dunia ilmu



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial, makhuk yang tidak bisa terlepas dari orang lain, artinya dia selalu membutuhkan dan akan selalu berinteraksi dengan orang lain disekililingnya disetiap kehidupannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Selain itu manusia juga hidup dengan berbagai kepentingan dan ambisinya, yang terkadang kepentingan dan ambisi ini selalu bergesek dengan kepentingan dan ambisi orang lain. Terkadang mereka tidak sadar bahwa kepentingan-kepentingan mereka yang sangat banyak itu tidak akan mampu terpenuhi semuanya, hanya sebagian saja yang dapat terpenuhi, sehingga mereka melakukan hal-hal yang berada diluar nurani manusia dan mereka lupa bahwa ditengah-tengah kehidupan mereka juga terdapat aturan-aturan hukum. Tak terkecuali hukum pidana, hukum yang mengatur tentang tindak pidana dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia. Didalam hukum tersebut diatur pasal demi pasal mengenai tindak pidana. Tindak pidana sendiri mempunyai unsur-unsur, mempunyai jenis-jenis, mempunyai subyek yang selayaknya bahkan harus kita ketahui sebagai manusia agar kita tahu batasan-batasan dan tindak menyesal dikemudian hari karena tindakan kita.

B.    Rumusan Masalah

1.    Istilah tindak pidana;
2.    Unsur tindak pidana;
3.    Rumusan tindak pidana;
4.    Jenis-jenis tindak pidana;
5.    Subyek tindak pidana.
C.    Tujuan Makalah
1.    Mengetahui istilah tindak pidana;
2.    Mengetahui unsur tindak pidana;
3.    Mengetahui rumusan tindak pidana;
4.    Mengetahui jenis-jenis tindak pidana;
5.    Mengetahui subyek tindak pidana.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Istilah tindak pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.
Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar, feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan (Chazawi, 2010: 67).
Pompe merumuskan bahwa suatu Strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada sesuatu “tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum” (Lamintang, 1990: 174).
Vos merumuskan bahwa Strafbaar feit adalah suatu keadaan yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan (Martiman P. 2, 1996: 16).
Simons, merumuskan Strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum” (Simons, 1992: 127).
Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literature hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah sebagai berikut :
1.    Tindak Pidana, dapat  dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita. Hamper seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti dalam UU No. 19 Tahun 2002, UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Subversi, UU No. 31 Th. 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perundang-undangan lainnya.
2.    Peristiwa Pidana
Digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. R. Tresna dalam bukunya  Asas-asas Hukum Pidana, Mr. Drs. H.J. van Schravendijk dalam buku Pelajaran Tentang Hukum Pidan Indonesia, Prof. A. Zainal Abidin, S.H. dalam buku beliau Hukum Pidana.
3.    Delik, istilah ini dpat dijumpai dalam berbagai literatur, misalnya Prof. Drs. E. Utrecht, S.H., Prof. A. Zainal Abidin dalam buku beliau Hukum Pidana I.
4.    Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku pokok-pokok Hukum Pidana yang telah ditulis oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja.
5.    Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam buku beliau Ringkasan tentang Hukum Pidana.
6.    Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh Pembentuk Undang-undang dalam Undang-undang No. 12/Drt/1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak (baca pasal 3).
7.    Perbuatan pidana, digunakan oleh Mr. Moeljanto dalam berbagai tulisan beliau, misalnya dalam buku Asas-asas Hukum Pidana.
Nyatalah kini setidak-tidaknya dikenal tujuh istiah dalam bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit (Belanda) (Chazawi, 2010: 69).
Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana (Prodjodikoro, 1981: 50).
Moeljanto menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan beliau sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidan tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. (Moeljanto, 1983: 54).
Konsep Maret 1993 Pasal 14; Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Pasal 16; setiap tindak pidana selalu bertentangan dengan hukum, kecuali ada alasan pembenar yang diajukan oleh pembuat.
Dalam konsep 2004-2008 dirangkum dalam pasal 11 sebagai berikut:
Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana.
Untuk dinyatakan tindak pidana, harus juga bersifat melawan dan bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alas an pembenar (Nawawi Arief, 2011: 83-84).

B.    Unsur Tindak Pidana


Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia).
Disamping: A) Kelakuan dan akibat, untuk adanya perbuatan pidana biasanya diperlukan pula adanya B). Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, hal ikhwal mana olleh van Hamel dibagi dalam dua golongan, yaitu yang mengenai orang yang melakukan perbuatan dan yang mengenai di luar diri si pelaku (Moeljanto, 2008: 64).
Undang-undang tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: (1) dari sudut teoretis dan (2) dari sudut undan-undang. Teoretis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.
1.    Unsur tindak pidana menurut beberapa teoretisi
Unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana adalah melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya: beberapa contoh diambilkan dari batasan tindak pidana oleh teoretisi yang telah dibicarakan dimuka, yakni: Moeljanto, R. Tresna, Vos, Jonkers, D Scharavendijk.
Menurut Moeljanto, Unsur tindak pidana adalah:
a.    perbuatan;
b.    yang dilarang (oleh aturan hukum);
c.    ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
Menurut R. Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yakni:
a.    perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);
b.    yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c.    diadakan tindakan penghukuman.
Menurut bunyi batasan yang dibuat Vos, dapat ditarik dari unsur-unsur tindak pidana adalah:
a.    kelakuan manusia;
b.    diancam dengan pidana
c.    dalam peraturan perundang-undangan.
Dari batasan yang dibuat Jonkers (penganut paham monism) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah:
a.    perbuatan (yang);
b.    melawan hukum (yang berhubung dengan);
c.    kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat)
d.    dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
a.    kelakuan orang (yang);
b.    bertentangan dengan keinsyafan hukum;
c.    diancam dengan hukuman;
d.    dilakukan oleh orang (yang dapat);
e.    dipersalahkan/kesalahan. (Chazawi, 2010: 79).
2.    Unsur-unsur Rumusan Tindak Pidana UU
Dalam KUHP dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:
a.    Unsur tingkah laku;
b.    Unsur melawan hukum;
c.    Unsur kesalahan;
d.    Unsur akibat konstitutif;
e.    Unsur keadaan yang menyertai;
f.    Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;
g.    Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;
h.    Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
i.    Unsur objek hukum tindak pidana;
j.    Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
k.    Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

C.    Rumusan Tindak Pidana


Agar supaya orang dapat mengetahui bagaimana hukumnya tentang sesuatu persoalan, maka hukum itu harus dirumuskan. Demikian pula keadaannya dalam hukum pidana lainnya.
Buku II dan buku III KUHP berisi tentang rumusan tindak pidana-tindak pidana tertentu. Tentang bagaimana cara pembentukan undang-undang dalam merumuskan tindak pidana itu pada kenyataannya memang tidak seragam. Dalam hal ini akan dilihat dari tiga dasar pembedaan cara dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP kita.
Adapun cara merumuskan tindak pidana adalah sebagai berikut (Chazawi, 2010:116-118) :
1.    Dengan mencantumkan semua unsur pokok, kualifikasi dan ancaman pidana
Unsur pokok atau unsur esensial adalah unsur yang membentuk pengertian yuridis dari tindak pidana tertentu. Unsur-unsur ini dapat dirinci secara jelas, dan untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana tersebut dan menjatuhkan pidana, semua unsur itu harus dibuktikan dalam persidangan.
Dalam unsur pokok tindak pidana tersebut di atas terdapat unsur obyektif maupun subyektif secara lengkap, contohnya pasal 368 yang diberi kualifikasi pemerasan, terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a.    Unsur obyektif, terdiri :
1)    Memaksa (tingkah laku);
2)    Seseorang (yang dipaksa);
3)    Dengan :
a)    Kekerasan;
b)    Ancaman kekerasan;
4)    Agar orang :
a)    Menyerahkan benda;
b)    Memberi hutang;
c)    Menghapuskan piutang.
b.    Unsur subyektif, berupa :
1)    Dengan maksdu untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
2)    Dengan melawan hukum.
2.    Dengan mencantumkan semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencantumkan ancaman pidana.
Cara inilah yang paling banyak digunakan dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP. Tindak pidana yang menyebutkan unsur-unsur pokok tanpa menyebut kualifikasi dalam praktik kadang-kadang terhadap suatu rumusan diberi kualifikasi tertentum misalnya tindak pidana pada pasal 242 diberi kualifikasi sumpah palsu, stellionaat (385), penghasutan (160), laporan palsu (220), membuang anak (305),pembunuhan anak (341), penggelapan oleh pegawai negeri (415).
3.    Sekedar mencantumkan kualifikasinya saja tanpa unsur-unsurdan mencantumkan ancaman pidana.
Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara ini merupakan cara yang paling sedikit. Hanya dijumpai pada pasal tertentu saja. Model  perumusan ini boleh dianggap sebagai pengecualian. Tindak pidana yang dirumuskan denga cara yang sangat singkat ini dilatarbelakangi oleh suatu rasio tertentu misalnya pada kejahatan penganiayaan (351). Pasal 351 (1) dirumuskan dengan sangat singkat, yakni “penganiayaan (misbandling) diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak 4.500 rupiah”.
D.    Jenis-jenis Tindak Pidana
Jenis-jenis tindak pidana yang sering disebut juga dengan delik, menurut sistem KUHP terbagi menjadi 2, yaitu : (1) kejahatan (misdrijven), dan (2) pelanggaran (overtredingen). Pembagian dalam dua jenis ini, tidak ditentkan dengan nyata-nyata dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah dianggap demikian adanya, dan ternyata antara lain dari pasal 4,5,39,45, dan 53 pada buku ke-I. Buku II melulu tentang kejahata dan buku III tentang pelanggaran (Moeljatno, 2008:78).
Menurut Prof. Sudarto (1987:56), membagikan jenis delik berdasarkan sifatnya, yaitu : (1) kualitatif, dan (2) kuantitatif.
1.    Kualitatif
a.    Rechtsdelicten, yaitu perbuatan yan gbertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuaa itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, sebagai bertentangan dengn keadilan. Misal pembunuhan, pencurian. Atau delik-delik semacam ini disebut juga dengan kejahatan.
b.    Westdelicten, yaitu perbuatan ang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena undang-undang menyebutnya sebagi delik, jadi karena ada undang-undang mengancamnya dengan pidana. Misalnya mobil parkir di sebelah kanan jalan.
2.    Kuantitatif
a.    Delik formil dan materiil
1)    Delik formil, yaitu delik yang perumusannya dititikberatkan pada perbuatan yang dilarang;
2)    2)    Delik materiil, yaitu delik yang perumusannya dititikberatkan pada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang).
b.    Delik comissionis, delik omissionis dan delik comissionis per omissionen comissa
1)    Deilk comissionis, yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, dan penipuan;
2)    Delik omissionis, yaitu berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melakukan suatu yang diperintahkan atau diharuskan. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadialn;
3)    Delik comissionis per omissionen comissa, yaitu delik yang berupa pelanggaran larangan, akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat.
c.    Delik dolus dan delik culpa
1)    Deik dolus, yaitu delik yang memuat unsur kesengajaan;
2)    Delik culpa, yaitu delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur.
d.    Delik tunggal dan delik berganda
1)    Delik tunggal, yaitu delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali;
2)    Delik berganda, yaitu delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan.
e.    Delik yang berlangsung terus dan yang tidak berlangsung terus
1)    Delik berlangsung terus, yaitu delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan yang terlarang itu berlangsung terus;
2)    Delik tidak berlangsung terus, yaitu delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan yang terlarang itu tidak  berlangsung terus.
f.    Delik aduan dan bukan aduan
1)    Delik aduan, yaitu delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena penghinaan, perzinahan, chantage (pemerasan dengan ancaman pencemaran). Delik aduan dibedakan menjadi dua, antara lain :
a)    Delik aduan absolut, delik ini menuru sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan;
b)    Delik aduan relatif, delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang yang terkena.
g.    Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya
1)    Delik sederhana, misalnya pengainayaan terdapat pada pasal 351 KUHP, pencurian terdapat pada pasal 362 KUHP, dan lain sebagainya;
2)    Delik yang ada pemberatnya, misalnya penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya sesorang terdapat pada pasal 351 ayat 2, 3 KUHP, pencurian dalam waktu malam hari terdapat pada pasal 363 KUHP. Atau delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu. Misalnya pembunuhan kanak-kanak terdapat pada pasal 341 KUHP. Delik ini disebut geprivilegeerd delict.
h.    Delik ekonomi
Delik ekonomi biasanya disebut dengan tindak pidana ekonomi terdapat pada pasal 1 Undang-undang Darurat No. 7 tahun1955, Undang-undang tentang tindak pidana ekonomi.
i.    Kejahatan ringan
Yaitu terdapat pada pasal 364, 373, 375, 379, 482, 382, 352, 302 (1), 315, 407 KUHP.
E.    Subyek Tindak Pidana
Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana, adalah manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan-peruumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan dayaberpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud atau pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.
Dengan adanya perkumpulan dari orang-orang, yang sebagai badan hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, tumbul dari gejala-gejala perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, jelas masuk perumusan sebagai tindak pidana.
Dalam hal ini, sebagai perwakilan yang terkena pidana adalah oknum lagi, yaitu orang-orang yang berfungsi sebagai pengurus dari badan hukum, seperti misalnya, seorang direktur dari suatu perseroan terbatas yang dipertanggung jawabkan. Sedangka, mungkin sekaliseorang direktur itu hanya melakukan saja putusan dari dewan direksi, maka timbul dan kemudian merata gagasann bahwa juga suatu perkumpulansebagai badan tersendiri dapat dikenakan hukuman pidana sebagai subyek suatu tindak pidana. Hukuman pidana ini tentunya hanya yang berupa denda, yang dapat dibayar dari kekayaan perkumpulan.
Semacam hkuman pidana sudah lama dapat dikenakan kepada perkumpulan badan hukum yang dalam tindakannya menyimpang dari anggaran dasar yang telah disahkan oleh departemen kehakiman, yaitu secara pencabutan kedudukan perkumpulan sebagai badan hukum oleh pemerintahsetelah ada tuntutan dari kejaksaan dan pernyataan dari mahkamah agung.
Akan tetapi, sifat hukuman ini sangat berlainan dengan hukum pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan dengan prosedur yang sudah ada (Prodjodikoro, 2009:60).

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan makalah di atas dapat kita tarikbeberapa simpulan, antara lain sebagai berikut :
1.    Tindak pidana memiliki beberapa istilah penyebutan, yakni : (1) Tindak pidana, (2) Peristiwa pidana, (3) Delik, (4) Pelanggaran pidana, (5) Perbuatan yang boleh dihukum, (6) Perbuatan yang dapat dihukum, dan (7) Perbuatan pidana;
2.    Secara garis besar unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut : (1) Perbuatan orang, (2) Melawan hukum, (3) Kesengajaan, dan (4) ancaman pidana;
3.    Cara merumuskan tindak pidana adalah sebagai berikut : (1) dengan mencantumkan semua unsur pokok, kualifikasi dan ancaman pidana, (2) Dengan mencantumkan semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencantumkan ancaman pidana, dan (3) Sekedar mencantumkan kualifikasinya saja tanpa unsur-unsurdan mencantumkan ancaman pidana;
4.    Jenis-jenis tindak pidana ada dua, yaitu (1) kejahatan dan (2) pelanggaran, yang masing-masing terdapatpada buku II dan buku III KUHP;
5.    Subyek tindak pidana adalah manusia sebagai oknum.
B.    Kritik dan Saran
Alhamdulillah, telah selesai pembahasan dari makalah ini. Dalam perkembangannya tentu tidak lepas dari keluputan baik dari segi penulisan, pengambilan referensi, dan penuturan pemakalah tentang tema yang terkai. Untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran anda sebagai pendorong bagi kami agar kami bisa menulis lebih baik lagi di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Chanzawi, Adami. 2010, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: Rajawali Pers.
Moeljanto. 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.
Moeljatno. 1983, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: PT Bina Aksara
Nawawi Arief, Barda. 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana.
Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: PT Eresco.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1995. Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia I. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Simon, D., 1992. Kitab Pelajaran Hukum Pidana, (Titel Asli: Leerboek van Heet Nederlandse Strafrecht), Diterjemahkan oleh P.A.F Lamintang. Bandung: Pioner Jaya.
Sudarto.1990, Hukum Pidana I, Semarang:Yayasan Sudarto.


Tag : Ilmu Hukum
0 Komentar untuk "Istilah dan Unsur Unsur Tindak Pidana"

Back To Top